Thursday, August 30, 2007

Imam itu bukan Teks ataupun Logika

Banyak ulama dan ahli agama mendiskusikan masalah-masalah ke-Islaman dengan akal
Sehingga Islam kehilangan makna sebagai pintu kepada masalah-masalah keimanan yang gaib
Seakan-akan Islam hanyalah sekumpulan aturan-aturan kosong tanpa makna
Memahami Islam sebatas akal menyebabkan orang hanya bermain dalam tataran logika, sebab-akibat, dan tidak pernah masuk ke dalam dimensi yang lebih dalam dan luas.
Dalam tataran ini ada semacam kebosanan. Tanya jawab, ceramah, khutbah hanyalah simbol-simbol Islami yang kosong.

Allah hampir tidak mungkin dikenal dengan indera. Dia jauh dari parameter-parameter fisik.
Pendekatan logika paling dekat adalah sejarah peradaban manusia.
Sejarah banyak menceritakan orang-orang yang beriman.
Orang beriman yang hidup di lain waktu, lain tempat, lain keadaan menyeru kepada Allah.
Hal ini adalah pendekatan paling logis tentang Allah.

Gravitasi Newton lebih diimani banyak orang daripada Allah. Karena dapat dilakukan pendekatan secara fisik. Demikian postulat-postulat dalam matematika dan fisika, meski tidak atau belum dibuktikan namun bisa dilakukan pendekatan secara teoretis dan matematis. Misalnya teori relativitas Einstein, belum ada buktinya fisik namun bisa dibuktikan secara matematik.

Kaum atheis secara sadar mengingkari Allah, karena pendekatan yang ultra rasional tadi.
Mereka secara tidak sadar menuhankan alam sebagai penyebab keberadaan makhluk hidup di bumi. Namun herannya tuhan mereka ini dapat mereka aniaya. Kerusakan lingkungan, dan pemanasan global contohnya.

Keimanan tentang Allah ditanamkan oleh Allah sendiri.
Jadi kalau kita hari beriman kepada Allah, bukan karena usaha kita, tapi Allahlah yang menanamkan keyakinan itu dalam hati kita melalui lingkungan kita, seperti: keluarga, guru, teman, tetangga dll. Kemudian bagaimana seseorang memupuk bibit keimanan dalam diri tadi yang menentukan besar kecilnya iman seseorang.
Aspek keimanan adalah pada tataran batin
Nuansa perenungan
Nuansa penghayatan makna dalam setiap kejadian
Mengapa saya disuruh begini? Apa alasan dibalik ini?
Karena ia ditanamkan di dalam hati maka mengeksplorasinyapun harus lewat nuansa batin
Allah menganjurkan ibadah malam hari, karena Dia ingin kita mengeksplor Allah sebagai yang Batin. Malam adalah wilayah individual, tidak terlihat, pengorbanan tidur, pengorbanan energi pikiran. Tapi banyak orang lebih menyukai terlelap dalam tidur, dengan alasan ‘besok pagi saya banyak kerjaan’ naudzubillah (tapi saya juga masih seperti ini..heheheh)

Sebagian lagi melarang memasuki wilayah ini Sami’na wa atha’na katanya
Sudah dengarkan dan taati jangan hiraukan mengapa
Saya pribadi kurang menyukai pendapat ini meskipun memang jalan yang benar dan aman, namun minimalis.
Manusia sebagai makhluk berpikir dan merenung menjadi kehilangan makna
Ibaratnya memaksa kita menurunkan derajat menjadi robot
Allah sendiri menyatakan sebagai yang lahir dan yang batin
Artinya Allah bisa dipahami secara lahir dan secara batin
Fiqih hanyalah aspek peribadatan yang didominasi hal-hal yang lahir
Wilayah yang menentukan yaitu niatan dalam hati tidak mampu tersentuh oleh fiqih
Orang jahat sering memanfaatkan kelemahan ini
Mereka berpenampilan syekh dengan penguasaan ayat dan hadits untuk menipu orang, memperkaya diri, mengejar pujian, kedudukan. Ini adalah kejahatan yang tak terperi, naudzubillah.

Sebagai Sang Maha, maka kita harus mengeksplorasi Allah dengan batin kita. Bukan dengan cara membayangkan atau berimajinasi, namun dengan cara mengistirahatkan pikiran dan lebih banyak merenungkan kejadian-kejadian di muka bumi, seraya mulut banyak menyebut dan mengagungkan namaNya. Maka tidak terasa kita akan larut dalam rasa, dalam alam di atas imajinasi, karena kita hanya mengikuti rasa itu, pelindungnya adalah zikir dan tujuan kita Allah, jadi jangan khawatir untuk disesatkan. Ikuti terus rasa itu, maka kita akan ditenggelamkan ke dalam sifat Maha Allah, Allah lebih luas dari apa yang kita kenal hari ini, kita tidak akan mau keluar dalam kondisi ini saking asiknya. Ini adalah esensi hidup kita. Mengingat Allah dalam setiap gerak dan langkah, dalam setiap pikir dan zikir. Seseorang yang masuk dalam kondisi ini akan berserah kepada kehendak Sang Pencipta. Hingga hawa nafsunya berada dibelakang ibadahnya. Setiap langkah akan selalu hati-hati, dilihat lagi, adakah hawa nafsu, atau semata-mata karena Allah?

No comments:

Post a Comment