Wednesday, April 18, 2012

Belum Melaksanakan Sunnah bukan Berarti Membenci

Seorang kawan mengatakan kepada saya tentang sunnahnya memelihara janggut, dengan menambahkan ucapan Nabi tentang, orang yang tidak menyukai sunnah beliau berarti bukan umat beliau. Meskipun agak tersinggung saya mencoba tenang dan tidak terpancing kepada diskusi debat kusir. Mengapa? Karena saya pernah merasakan fase seperti kawan ini, yang melihat kebenaran hanya dilihat dari satu sudut, yaitu dirinya sendiri. Akhirnya sayapun hanya manggut-manggut dengan sedikit menahan gejolak dalam hati. Ingin sekali menanyakan apakah semalam dia tahajud, witir, baca Quran, dzikir, dan mengungkapkan semua sunnah yang saya lakukan yang belum tentu dia lakukan. Namun ujung2nya akhirnya riya'. Pintar juga setan menggoda kita agar terjerumus. Diskusi tentang agamapun dapat menjadikan kita terpancing untuk berdebat tanpa ujung dan membuat amal ibadah menjadi sia-sia. Alhamdulillah, Allah memberikan hidayah dan taufiknya tanpa harus mengikuti hawa nafsu untuk berdebat.


Jangan mengatakan orang yang belum melaksanakan sunnah seperti yang anda lakukan sebagai orang yang membenci sunnah apalagi merasa lebih baik, pada saat anda mengatakan itu kepada orang lain, maka sesungguhnya ada ribuan sunnah yang belum anda laksanakan, sebaliknya orang lain melakukan sunnah lebih banyak dari anda dan mereka tidak menunjukkan jarinya seperti yang anda lakukan, karena sesungguhnya amal ibadah itu bukan untuk ditonjol-tonjolkan atau untuk dibangga-banggakan.

Gurumu bisa mencela perbuatan seseorang karena mereka memiliki ilmu tentang itu, tapi dirimu belum memiliki ilmu yang pantas untuk mencela orang yang diulamakan oleh kelompok lain. Bagaimana mungkin seorang yang memiliki ilmu setara dengan anak Taman kanak-kanak (tidak hafal Quran dan tidak memiliki sanad hadits) bisa mencela seseorang Professor (yang hafal Quran sejak kanak-kanak, dan memiliki sanad hadits serta sanad berbagai kitab)...malunya!

Monday, April 16, 2012

Jebakan bagi Kaum Muslimin (perlunya tasawuf)


Jebakan-jebakan itu adalah:

1. Membanggakan amal, padahal amal-ibadah adalah suatu kewajaran bagi makhluk ciptaan Allah. Karena makhluk memang diciptakan untuk menjadi ahli ibadah dan ahli taat.


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah  kepada-Ku.(QS 51:56).


Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(QS 6:162).

Amal ibadah terjadi karena hidayah (petunjuk) dan taufik (kekuatan) dari Allah. Ikhtiar terbesar manusia adalah bagaimana menjaga dzikrullah, karena wilayah dzikrullah ini tidak terpengaruh dimensi ruang, kebendaan, dan waktu.

“Yaitu bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” [At-Takwir: 28-29]

“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila Allah menghendaki. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” [Al-Insaan: 30]



Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu" ( QS 37:96)

2. Panik melihat orang lain tidak taat, namun tenang-tenang (merasa puas) dan  merasa mapan dengan amal ibadah sendiri, padahal amal ibadahnya banyak riya'. Dalam tasawuf ditekankan adanya rasa khauf (rasa takut bahwa amalan yang dilakukan belum diterima oleh Allah, dan memang demikian karena kita tidak pernah tahu apakah amal ibadah kita diterima/diridhoi oleh Allah, sehingga terus menerus akan memperbaiki diri dan menjaga diri dari kemaksiatan) ..... maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa (QS 53:32). Ayat tersebut menegaskan bahwa kita tidak berhak/tidak layak menilai amal kita sendiri.

3. Kesuksesan materi, kebendaan, kedudukan adalah hasil perbuatan /Merasa berbuat, berperan, andil, turut serta dalam perbaikan dunia. Amal ibadah manusia tidak dapat merubah apa-apa yang telah Allah tetapkan. Namun manusia mampu mengubah apa apa yang ada dalam hatinya.

4. Merasa yakin masuk surga karena ketaatannya selama ini, padahal kita tidak pernah tahu apakah amalan tersebut diterima atau tidak.

5. Ibadah karena semata-mata takut masuk neraka, dan ingin surga, meskipun hal ini sah-sah saja, namun kebanyakan terjebak kepada. berjual beli terhadap Allah, padahal tujuan penciptaan manusia bukan imbal beli  kewajiban untuk taat entah itu senang/tidak senang, terpaksa/sukarela. . Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah  kepada-Ku(QS 51:56)

Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلٰلُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْأَاصَالِ
"Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa, (dan sujud pula) bayang-bayang mereka, pada waktu pagi dan petang hari."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 15)

* Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com

Pada saat berjual beli maka kecenderungannya akan mengukur segala sesuatu dengan materi dan keduniawian, berbuat ini pahalanya apa, berbuat ini akibatnya apa, dan akan terjebak kepada melakukan ketaatan karena adanya balasan/pahala semata. Allah menyampaikan balasan bagi orang ingkar dan imbalan bagi orang yang taat agar kita selalu berada dalam ketaatan. Jadi hakikat utama dari ibadah kepada Allah adalah tujuan dasar diciptakannya manusia, sedangkan kenikmatan surga dan kedasyatan neraka adalah bonus agar manusia lebih giat lagi.Tapi marilah kita tingkatkan keimanan itu kepada asal muasal kita diciptakan yaitu untuk taat dan ibadah, baik mendapat imbalan atau tidak, bukan sok-sokan gak kepingin, namun karena kembali kepada fitrah untuk menjadi hamba yang selalu mengabdi.

6. Musibah adalah hukuman karena dosa, dan kenikmatan adalah keridhoan Allah. Benar! tetapi tidak selalu demikian. Keridhoan Allah hanya bisa dilihat di akhirat nanti, tidak didunia. Musibah dan kenikmatan yang didapatkan oleh seseorang telah tertulis di lauful mahfuz.
"Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk, lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi."
Hanya kondisi keimanan yang membedakan saat memperolehnya. Orang yang mengaku beriman akan selalu dalam kondisi iman dalam semua keadaan. Sebaliknya banyak yang tersesat juga dalam kondisi mendapat musibah dan kenikmatan. Kalau benar musibah adalah hukuman, maka mengapa orang-orang atheist di seluruh dunia enak-enak saja? dan sebaliknya kaum muslimin terhinakan? Apakah hal demikian membuat kita meninggalkan keimanan kita?

131. Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.(QS 20:131)

7. Sibuk dengan hal-hal yang tidak wajib dan prioritas, dan meninggalkan kewajiban dan prioritas. Belajar hal-hal yang tidak utama dan hanya tentang dunia. Semestinya prioritas utama kaum muslimin adalah belajar tentang ilmu hal, yaitu semua yang berkaitan dengan ibadah dan kewajiban hingga tuntas, kemudian mengkhatamkan penghafalan Quran, baru hendaknya ia belajar ilmu-ilmu lain. Para ulama abad pertengahan melakukan ini, dan mereka menjadi ilmuwan-ilmuwan yang alim dalam ilmu agama dan sekaligus kaliber dunia.

8. Kebanyakan teori, malas beramal. Orang dituntut berilmu untuk melakukan amal ibadah, namun saat ilmu sudah didapat maka hendaknya ilmu tersebut harus diamalkan. Orang seperti ini disebut tulul amal. Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah berkata, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari anda ada dua hal. Yaitu, panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu.”

9. Sibuk mengkritisi, mencela amalan orang lain. Padahal cela dalam diri seringgi langit. Tidak ada satupun makhluk yang hidup di muka bumi ini tahu, dalam kondisi apa dia akan dimatikan. Padahal kondisi kematian merupakan tanda-tanda yang diberikan Allah atas berkenan atau tidaknya Allah terhadap seseorang. Memang, pada saat hidup amal ibadah kita banyak dan tinggi, orang yang kita cela lebih rendah namun kita tidak pernah tahu bagaimana kita dimatikan. Mengikuti ajaran ulama itu baik, tapi pada saat mencela hendaklah kita diam tidak ikut mencela, mengapa? Karena hanya ulama yang pantas menyanggah ulama, guru kita mungkin mulia tapi dia tidak sempurna, ikuti segala yang baik tapi hendaknya berhenti saat masuk kepada celaan/pengkafiran terhadap saudara seakidah apalagi diulamakan oleh kelompok lain.Tapi jangan lupa, iblis adalah sosok ahli ibadah berumur ribuan yang hilang sekejap karena kebanggaannya terhadap Adam As. Sebuah kisah menarik yang saya dapatkan dari seorang ulama. Ada seorang yang diulamakan oleh sekelompok umat, mencela Imam Ghazali ditemukan mati dengan keadaan minum khamr, naudzubillahmindzalik.

Bila iman sudah didada maka sibukanllah dirimu dengan beramal
Beramallah kamu tanpa sibuk mendiskusikan apa balasannya dari Allah
Apakah kamu akan berhenti beramal bila Allah tidak memberi balasan?
Ingat:
...sudah menjadi fitrahmu untuk beribadah
....sudah fitrah alamatmu di surga
...sudah menjadi fitrahmu untuk taat
...tidak ada hebatmu bila kau ahli ibadah
....tidak ada hebatmu bila kau ahli taat
tidak sama sekali !

Hati-hati mengkafirkan saudaramu
Apakah engkau mengenalnya dengan baik?
Apakah engkau meyakini itu kata-katanya?
Kalau tidak maka berhentilah mencela
Karena kau tidak hidup dengannya
Karena kau tidak pernah berbicara dengannya
Jangan hancurkan kebaikanmu dengan celaan
janganlah rusak amalmu dengan kebanggaan
sampaikan kebenaran tapi jangan menghinakan

khawatirlah tentang amalan dan imanmu
apakah kamu dapat bertahan hingga ajal
bagaimana bila yang kau cela diberi hidayah
dan sang pencela yang mendapat murka

ikuti gurumu saat menyuruhmu beribadah
berhentilah mengikutinya saat ia mencela
mereka mempunyai ilmu untuk itu sedang dirimu tidak