Soal Menikah Dini
- Generasi muda Islam bergelimang maksiat
Saat ini generasi muda Islam dibombardir dengan tren kebudayaan yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sungguh iblis dan gerombolannya tidak pernah menyerah dalam menyesatkan manusia ke dalam kesesatan. Islam sebagai penuntun hidup hanya dijadikan aksesoris hidup. Saat Islam menganjurkan nikah, maka dunia mengatakan hal tersebut sebagai sesuatu bentuk ekstrimisme dan kekerasan pada anak/perempuan, maka dibuatlah propaganda tentang jeleknya pernikahan dini dari kesehatan fisik dan mental. Pacaran adalah suatu bentuk penyesatan baru yang diperkenalkan kepada generasi muda Islam. Dalam rukun pacaran yang dikenal mulai dari eksploitasi pandangan, perkenalan, berduaan, bercumbu, maka dalam budaya barat akan diakhiri dengan hubungan badan.
Bila ditanya kepada para pendukung modernisasi ini. Apa fungsi agama? Agama adalah pengontrol dan benteng supaya tidak melalukan perzinaan. Pendapat ini malah tidak manusiawi, tida masuk akal dan bertentangan dengan Islam itu sendiri. Bagaimana seorang anak yang puber pada usia 8-15 tahun disuruh bertahan dalam gelombang pornografi/ pacaran dan agama dijadikan benteng untuk tidak terjadi perzinaan? Yang terjadi adalah seperti yang kita lihat generasi-generasi muda maksiat. Hidupnya dipenuhi dengan interaksi kemaksiatan dari mulai pornografi hingga pacaran, generasi yang menyalurkan seks dengan masturbasi disertai tontonan film seks. Inilah generasi muda harapan bangsa masa kini, yang puber dalam usia dini dan baru diijinkan menikah 15 hingga 20 tahun ke depan.
Usaha-usaha melawan fitrah ini sungguh terjadi di negeri ini. Anak-anak tidak pernah secara terbuka diajarkan tentang hubungan pria wanita, seksualitas, kehidupan perkawinan, dengan alasan belum waktunya. Dan dibalik itu mereka hanya menganggap bahwa pornografi adalah ‘kenakalan’ biasa dan kecil. Beginilah cara berpikir mayoritas rakyat negeri ini, sehingga pornografi tidak benar-benar dibrantas. Dan lebih menyedihkan lagi pelakunya sebagian besar adalah kaum muslimin yang mengaku pengikut Muhammad Saw.
Dalam agama Islam, setiap individu yang normal dan sudah memiliki hasrat seksual terhadap lawan jenis, maka masuk ke dalam kelompok yang wajib nikah. Karena dikhawatirkan mereka akan terjebak ke dalam perzinahan. Dan hari ini kita saksikan generasi muda Indonesia yang modern hidup dalam kemaksiatan zina. Sebagian orangtua sangat khawatir anaknya terlibat dalam perzinaan namun mereka tidak pernah secara sungguh-sungguh melakukan bimbingan dan pembinaan seks. Selain dianggap tabu, sesungguhnya orangtua bingung melakukannya: mulai darimana? Tentang apa? Haruskan oleh saya?
Saat ini penanganan gejolak seks generasi muda dilakukan dengan ‘Metode Pengalihan’, dimana anak-anak usia puber diwajibkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Dengan harapan pikiran mereka teralihkan dengan kesibukan. Namun sungguh kegiatan-kegiatan ‘positif’ yang dimaksud tidaklah menjadikan seorang remaja puber menjadi tidak terpikir masalah seks malah terkadang sebaliknya akan menjadi bumerang. Hasrat seksual menurut Islam adalah fitrah yang tidak boleh dilawan tapi harus disalurkan, yaitu pernikahan. Metode pengalihan ibarat bom waktu, saat mereka menemukan kondisi yang nyaman untuk menyalurkan hasrat seks maka terjadilah.
Kita ambil contoh, olahraga misalnya, pada tubuh yang sehat secara otomatis akan menjadikan metabolismenya sehat, sehingga terkadang malah hormon seks mereka akan semakin banyak diproduksi. Produksi hormon seks yang meningkat akan menigkatkan libido. Apalagi godaan para olahragawan juga semakin kuat. Lihatlah bagaimana para wanita memuja bintang-bintang olahraga, tidak usah yang terlalu tinggi, lihatlah bintang olahraga di sekolah, bagaimana murid wanita sangat tergila-gila bintang olahraga disekolah. Sehingga bintang olahraga ini mau tidak mau akan digoda oleh para penggemarnya. Sejauh manakah mereka sanggup bertahan? Wallahualam.
Yang menjadi kenyataan saat ini, remaja kita mencari-cari rahasia dibalik gejolak hormonal yang muncul dalam dirinya. Agama, orangtua, sekolah ternyata tidak memberikan pandangan dan solusi yang rasional. Generasi ini memiliki hobi seputar gaya, tren, modis, musik, dandanan seksi, mall. Stop! Apakah hal ini terlarang? Tentu tidak. Masalahnya datang kemudian, disaat modernisasi tadi merambah, maka pergaulan pria wanita bukan menjadi sesuatu yang perlu diatur, alias bebas. Ngga juga ah, kami masih pegang norma dan batas-batas kok. Inilah yg menjadi generasi baru yang penuh dengan stress karena memegang 2 gaya yang bertentangan. Disatu sisi gaya barat dengan kebebasannya disisi lain gaya agama dengan aturannya yang ketat. Siapa saja yang memegang 2 gaya hidup yang berseberangan ini akan stress. Dengan bergaul secara bebas terbatas, maka 2 orang insan berbeda jenis akan memasuki area abu-abu, mereka hanya berdua, tidak ada orang lain, mereka sedang dimabuk asmara, mereka bercumbu ‘yang aman’, gairah memuncak, namun...oopss...kitakan gak boleh lebih...karena agama melarang dst. Gairah yang dipadamkan akan menjadi pemicu stress, hayalan-hayalan dan keinginan melakukan hubungan seksual akan terus membayang, semakin kuat gejolak ini akan semakin mendesak untuk disalurkan, agama sama sekali tidak menghendaki posisi ini, karena jawaban agama hanya satu, yaitu pernikahan.
Dan seandainyapun perzinahan dilakukan maka mereka akan melakukan dalam ketakutan. Harus mencari-cari tempat dan suasana yang ‘aman’ dari siapapun, dan akhirnya menghasilkan hamil di luar nikah, perkosaan, foto bugil, pelecehan seksual, aborsi, kematian akibat aborsi, pembuangan anak, MBA dst...dst.
Hari ini generasi mudah Islam yang terjeremus kepada kemaksiatan semakin banyak dan terus berkembang. Orangtua tidak merasa khawatir karena telah merasa cukup memberikan bekal sekolah mahal, les ngaji, pelajaran agama, dan seterusnya. Tetapi mari kita tengok pelajaran agama dan les ngaji, apa yang diajarkan. Semua diluar konteks hubungan pria wanita. Beriman kepada ini, beriman kepada itu, namun pikiran mereka sibuk dengan musik, fashion, gadget terbaru, update status dan seterusnya. Inilah masalah terbesar pendidika agama saat ini. Pengajaran agama di luar konteks. Islam dibundel dalam satu paket Islamologi yang dipaparkan dalam teks, dengan asumsi barang siapa menguasai Islamologi ini akan menjadi orang yang ‘baik’. Ini yang disebut tersesat dalam ilmu, dimana ilmu yang didapat tidak mengakibatkan seseorang menjadi taat, namun sebaliknya menjadi kufur. Naudzubillah mid dzalik.
Kesalahkaprahan para orangtua saat ini menurut hemat penulis adalah mengasumsikan pelajaran dan bekal agama sebagai benteng untuk tidak melakukan perzinahan. Namun mereka lupa mempelajari esensi mengapa perzinahan terjadi. Hal ini semua terjadi karena digunakannya 2 bentuk gaya hidup yang saling bertentangan. Islam sangat membatasi pergaulan pria wanita yang tidak menikah, dan barat sangat membebaskan pergaulan pria dan wanita. Dalam Islam perzinahan adalah dosa besar, dan bagi barat perzinahan adalah suatu kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Naudzubillah.
Karena fitrah manusia yang cenderung berpasangan maka Islam memudahkan syarat-syarat dan rukun pernikahan. Lebih mudah dari berjual beli yang membutuhkan modal dan barang. Meskipun mudah, Islam menuntut tanggung jawab yang tinggi dari orang yang terlibat dalam pernikahan. Semua harus menguasai aspek-aspek legal formal tentang pernikahan dan segala konsekuensi-konsekuensinya. Meskipun mudah namun pendidikan tentang keluarga, tanggung jawab masing-masing pasangan harus terus dilakukan secara intens. Menikah memang jalan satu-satunya untuk menyalurkan hasrat seks, tetapi jangan lantas dipermudah tanpa kawalan pengetahuan yang mumpuni. Bagaimanapun pendidikan seks dan keluarga harus diajarkan secara dini. Dan sangat salah bila pendidikan seks berarti mengajarkan bagaimana bersetubuh. Karena seks hanyalah sebagian ‘kecil’ dari keunikan hubungan antar manusia. Banyak hal lain yang bisa diajarkan sejak dini, terutama tentang model keluarga yang idela dan interaksi manusia yang ‘beradab’.
Menunda Pernikahan dan Praktek Seks Bebas
Saat ini pemerintah mengkampanyekan, gerakan menunda pernikahan. Seperti kita ketahui bahwa program ini semata-mata ditujukan kepada negara-negara berkembang yang ledakan penduduknya mengkhawatirkan. Di Amerika (http://www.coolnurse.com/marriage_laws.htm) pernikahan pasangan dibawah 18 tahun tidak dilarang mutlak, namun melalui prosedur pengesahan dari pengadilan. Di negara-negara maju, pasangan-pasangan dianjurkan untuk menikah, bahkan disediakan insentif yang besar buat pasangan yang memiliki anak. Hal ini disebabkan karena penduduk Negara maju cenderung enggan memiliki anak.
Alasan program menunda pernikahan adalah :
- Keselamatan Ibu dan anak saat melahirkan.
- Kesehatan reproduksi.
Namun satu hal yang tidak pernah dicari solusinya adalah praktek seks bebas. Di satu sisi anak-anak di bawah 18 tahun dilarang menikah, disisi lain praktek seks bebas tidak menjadi hal yang terlarang. Larangan seks bebas hanya merupakan pesan moral, bukan ditetapkan secara hukum, sehingga semua pihak dengan tenang melanggarnya.
62,7 persen siswi SMP tak perawan (dalam berita terbaru sudah meningkat menjad 93,7%)
JANGLI-Para orangtua diimbau untuk mengawasi dan memperhatikan kondisi perkembangan psikologis anak, terutama ketika telah mengenal jatuh cinta.
Pasalnya dalam kondisi ini anak akan mudah terjerumus dalam lembah seks bebas, jika tak mendapatkan pembinaan dan pengetahuan mengenai seksologi yang tepat.
Terlebih dari hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Komnas Perlindungan Anak terhadap 4.500 pelajar SMP-SMU, menunjukkan 62,7 persen pelajar SMP mengaku sudah tidak perawan, dan 21,2 persen pelajar SMU mengaku pernah aborsi. Data ini terungkap dalam seminar seksologi bertemakan ”Sex : love or lust, the Story of Amnon and Tamar”, yang diselenggarakan oleh Bina Bangsa School di gedung Jangli, Semarang, Jumat (29/1) kemarin. (wawasandigital.com)
Nekat ML di Rumah Meski Ada Orangtua
Rabu, 26 Mei 2010 - 11:46 wib
Frida Astuti - Okezone
JAKARTA - Fenomena remaja terjerumus dalam hubungan seksual di luar nikah menjadi masalah serius karena menyangkut masa depan di anak itu sendiri.
Yang mencengangkan adalah dari pengakuan pelaku mereka melakukan making love (ML) umumnya di rumah sendiri, ketika kondisi sedang sepi. Para orangtua, sepertinya harus waspada dengan modus seperti ini. Tidak mudah dan percaya begitu saja meninggalkan anak di rumah sendirian tanpa ada pengawasan.
Lihat saja pengakuan Bunga (bukan nama sebenarnya), setiap melakukan ML selalu di rumahnya. "Di rumah aku. Sepi nnggak ada orang. Takut enggak takut sih kalau di rumah," ujarnya saat berbincang dengan okezone di sebuah restoran.
Menurut dia, ibunya sudah perhatian tapi tidak cukup waktu untuk mengawasi hubungan dengan pacarnya dan teman-teman lainnya. .....
"Mama selalu menasehati agar jangan macam-macam. Batasannya sampai pegangan tangan doang, tapi aku malah kejauhan banget sampai ML. Kalau mamah tahu digampar kali. Papah aku enggak terbuka. Tidak ada yang kurang dari keluarga aku. Tapi akunya saja yang selalu mencari kesempatan," cerita Bunga sedikit nakal.
Kalau hamil? "Takut sih, cuma aku sering ngelakuin enggak pernah di dalam kok, dan aku mikir selama enggak dikeluarin di dalam ya nggak apa-apa. Aku sudah 30-an lebih ML. Aku pernah telat haid dua pekan dan itu aku sudah nangis-nangis.Aku sudah takut, tapi akhirnya enggak hamil dan ML berlanjut lagi," aku Bunga.
Sambung dia, "Kalau memang hamil aku akan minta pertanggungjawaban, minta duit buat aborsi. Setengah-setengahlah duitnya buat aborsi. Pertanggungjawabannya bukan nyuruh kawinin aku, itu enggak. Duit buat aborsi saja."
Menurut Bunga, aborsi menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah hamil secara cepat. "Pokoknya kalau aku hamil harus aborsi. Nggak mungkin berani dilanjutin dan bilang mamah. Itu sudah terpikirkan (aborsi) kalau memang terjadi. Teman-teman juga sama dan bahkan kita lagi mencari tempat aborsinya," ungkap Bunga. (ram) (ahm)
2. Urgensi Pendidikan Seks dan Pernikahan untuk Anak !
Pendapat umum menyatakan bahwa menunda pernikahan adalah jalan terbaik untuk menggapai keharmonisan berumah tangga. Namun seperti pada data yang tersaji di bab 3 dan 4 menunjukkan bahwa kesejahteraan, usia, pacaran, sama sekali tidak menjadikan pernikahan bertahan lama, sebagaimana diasumsikan. Sungguh pendidikan dan pemahaman tentang pernikahan dan seks lebih penting !
Orangtua di Indonesia pada umumnya tidak bisa memberikan pendidikan seks kepada putra-putri mereka dan cenderung membiarkan perilaku seksual dari anak-anaknya tanpa memberikan pengarahan. Karena pendidikan seks diasumsikan pendidikan bersetubuh sehingga banyak orangtua yang enggan dan menganggap tabu masalah ini. Sebagian berpendapat bahwa masalah ini boleh dibicarakan saat usia 17 tahun ke atas. Namun ternyata anak-anak telah mengetahui lebih dini pada usia yang jauh lebih muda dari sumber yang menyesatkan, yaitu pornografi dengan segala macam bentuk dan turunannya ditambah teman-teman yang sesat dan menyesatkan.
Orangtua sering enggan memberikan edukasi seks karena alasan-alasan :
¨ Ketidatahuan akan pentingnya pendidikan seks dan pernikahan.
¨ Tahu pentingnya pendidikan seks dan pernikahan tetapi tidak tahu harus menyampaikan materi apa.
¨ Perasaan tidak nyaman dalam menyampaikan.
Hal inilah yang menyebabkan krisis generasi muda Indonesia. Masalah seks sering di identikan dengan persetubuhan sehingga orantua enggan melakukannya. Dalam mengajarkan seks, memang peran sekolah sangatlah menentukan. Sekolah dan pemerintah semestinya membuat program pendidikan seks dan pernikahan secara intensif dan terpadu ataupun terintegrasi dengan pelajaran agama atau PKn.
Berbicara tentang nikah dan seks bukan berarti bicara tentang teknik-teknik berhubungan seks. Bukan sama sekali demikian ! Pemikiran bahwa pendidikan seks adalah pendidikan teknik bercinta menunjukkan kepicikan orang yang bersangkutan. Pendidikan seks dan nikah berawal dari sifat-sifat dasar manusia yaitu :
¨ Fitrah ketertarikan
¨ Interaksi yang baik, sehat, etis, dan beradab.
¨ Mengajarkan hakikat keberadaan manusia.
¨ Mengajarkan arti keluarga, persatuan keluarga dan pengaruhnya bagi negara.
¨ Mengikat hubungan dengan pernikahan.
¨ Menjalani pernikahan, tantangan, masalah dalam pernikahan dan cara-cara menyelesaikannya.
¨ Memiliki anak, merawat anak, dan membesarkannya.
Salah satu pendidian seks yang salah dianggap sudah biasa dan paling banyak dikenal adalah pacaran. Berpacaran jelas-jelas berisiko menjermuskan pelakunya dalam kemaksiatan. Islam sendiri secara tegas membatasi hubungan antara pria dan wanita yang belum menikah. Bagaimana hukum menatap lawan jenis, larangan berduaan, apalagi larangan bersentuhan, semua sudah sangat tegas dan tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama.
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al Israa’)
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (An Nuur: 30)
32. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[1213] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, (Al Ahzab:32)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
Ayat-ayat di dalam Al Quran dan hadits-hadits yang lebih banyak lagi mengatur pergaulan antara pria dan wanita hampir tidak memberikan celah kepada apa yang disebut sebagai ‘pacaran’. Namun karena lemahnya kaum muslimin Indonesia dalam memegang agamanya, mayoritas kaum muslimin Indonesia beranggapan bahwa pacaran adalah hal yang wajar selama dilakukan sesuai norma agama. Agama yang mana? Padahal sudah sangat terang benderang pembatasan ruang untuk berdua-duaan. Siapa yang sanggup mengawasi pacaran sesuai norma? Kalau terjadi perzinahan siapa yang akan menghukumnya? Sungguh pacaran ini merupakan jebakan syetan. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya tidak mudah untuk bermain-main syahwat tanpa seks dalam jangka waktu yang lama. Seandainyapun ada yang mampu melakukannya namun lebih banyak yang tidak mampu. (baca sub bab : jebakan syetan bernama pacaran). Mengingat besarnya mudharat dari pacaran, maka hendaknya para orangtua tidak mengijinkan putra-putri mereka berpacaran. Seandainya mereka memaksa, maka inilah saatnya untuk melakukan pendidikan seksual secara mendetail, larangan melakukannya sebelum menikah, efek jangka pendek dan jangka panjang, tuntutan buat orang menikah, dan berapa lama pernikahan dilakukan dan seterusnya. Apabila syahwat sudah menguasai maka berserah dirilah kepada Allah, dan mendoakan anak-anak mereka agar tidak masuk kepada perangkap syetan.
3. Bahaya menghalangi Pernikahan
“Kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka.”
Mengamati hadits di atas amatlah menarik bahwa nikah dihubungkan dengan perbaikan akhlak dari Allah dan perbaikan rejekiNya. Hingga saat ini banyak sekali kita mendengar orangtua yang menghalangi pernikahan anaknya karena berbagai macam sebab, antara lain: belum cukup umur, belum mapan, bukan pasangan yang dimaksud dan seterusnya. Sesungguhnya di dalam Islam sangatlah zalim apabila wali menghalangi 2 insan yang sudah memenuhi syarat pernikahan untuk menikah. Apalagi keduanya dimabuk asmara dan besar kemungkinan akan terjadi perzinahan. Oleh karena itu setiap usaha yang menghalangi seorang anak dalam kondisi dimabuk asmara dan kemungkinan besar akan berzina adalah suatu bentuk kezaliman. Oleh karena itu disinilah letak pentingnya pendidikan pernikahan sejak dini. Dalam perkembangannya, manusia modern memiliki kecenderungan meninggalkan agama. Karena agama dianggap sebagai sumber dari masalah itu sendiri. Dengan berbagai alasan orang dapat membunuh atas nama agama, menyakiti orang atas nama agama dan membatasi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Ditambah budaya pernikahan dari setiap daerah memiliki ciri masing-masing yang terkadang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
Alasan-alasan orangtua menghalangi pernikahan dengan alasan tidak syar’i (sesuai kaidah agama):
- Belum cukup umur/matang.
- Tidak memenuhi persyaratan adat.
- Tidak cukup materi.
- Latar belakang keluarga
- Tidak sreg dari segi perasaan. Dst
Masalah-masalah yang sering ditemukan di dalam masyarakat menyebabkan pernikahan adalah sesuatu yang sulit, susah, menyusahkan, berat, mahal, rumit, menakutkan, anak, repot, ikatan, komitmen seumur, dll. Hal inilah yang menyebabkan manusia-manusia modern yang menghamba pada dunia mengambil jalan yang cepat, pintas, praktis, instan, aman, tidak berisiko, dan semua suka. Dengan slogan yang berkembang secara sunyi,”Lakukanlah hubungan seks selama suka sama suka, dengan aman dan gunakan kontrasepsi untuk mencegah penyakit menular.” Dengan cara membagikan alat kontrasepsi.
4. Pernikahan Dini menghadapi Seks Bebas
Sangat sulit sebetulnya mendefinisikan tentang nikah dini, nikah muda, nikah di bawah umur dan seterusnya. Masyarakat modern mengklasifikasikan usia pernikahan berdasarkan strata pendidikan dan analisa-analisa psikologis. Di dalam Islam tidak dikenal yang disebut sebagai pernikahan dini. Karena secara definitif dijelaskan bahwa batas kedewasan seseorang adalah dari tanda-tanda fisik keluarnya sperma pada pria, dan menstruasi pada wanita. Namun seiring dengan perkembangan jaman, maka definisi ini bergeser dengan menambahkan sederet persyaratan yang menyulitkan.
Pernikahan dini adalah istilah modern yang menunjukkan pernikahan yang melibatkan individu di bawah umur 20 tahun. Pada usia di bawah 20 tahun wanita atau pria dianggap matang dan dewasa untuk menentukan jalan hidupnya, meskipun sudah akil baliq. Masyarakat dunia sesungguhnya telah menetapkan hukum secara fitrah dengan membatasi pernikahan dari rentang usia 14-21 untuk pria dan 9-19 untuk wanita (http://en.wikipedia.org/wiki/Marriageable_age) tanpa perlu ijin dari orang tua. Dengan asumsi ini maka masyarakat sesungguhnya sepakat bahwa usia 18 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita adalah usia yang layak untuk menikah . Di Amerika sendiri pernikahan di bawah usia tersebut dibolehkan dengan persetujuan oleh orangtua dari si anak kepada pengadilan.
Masyarakat Indonesia berbeda sikap dalam memandang pernikahan dini ini, namun secara umum menentang. Bagi sebagian orang yang berpegang kepada ilmu agama maka pertimbangan agamalah yang menjadi alasan kuat. Pada saat anak wanitanya mulai mengenal pergaulan pria-wanita maka ‘menyerahkan’ putrinya kepada orang yang amanah dan dianggap mampu adalah jalan yang terbaik. Namun hal ini adalah pendapat minoritas.
Menuduh pernikahan dini sebuah penyebab perceraian ada benarnya, karena bagaimanapun fakta menunjukkan demikian. Namun sebenarnya permasalahan bukan pada menikah dini atau tidak dini. Yang utama adalah pemahaman tentang makna dan tujuan pernikahan. Pada saat mengemukakan bahwa pernikahan dini sebagai penyebab utama perceraian maka secara fair harus juga membandingkan rasio pernikahan tidak dini yang karam, juga rasio anak-anak yang berpacaran dalam usia dini dan melakukan hubungan suami istri. Karena yang terakhir ini juga menyumbang pada aborsi, bunuh diri, kematian ibu dan anak, diterlantarkan.
Berikut ini adalah headline berita-berita terkait akibat seks bebas:
¨ Bayi Laki-laki Terbungkus Kain Merah Dibuang di Selokan (detik.com)
¨ Remaja 10 Tahun di Inggris Rentan Hamil (okezone.com)
¨ 2.000.000 aborsi setiap tahun di Indonesia (aborsi.org)
¨ Tiga pasang siswa SMP berpesta seks di hotel (http://karodalnet.blogspot.com)
¨ Pesta Seks di Ladang, Empat Pelajar SMP ditangkap.
¨ 20 Siswi SMP jajakan diri. (www.gugling.com)
¨
Ada beberapa jenis pernikahan dini yang tidak bisa disamakan.
- Pernikahan dini karena ‘kecelakaan’.
- Pernikahan dini yang dilakukan karena ‘jual-beli’ orangtua.
- Pernikahan dini yang dilakukan dengan umur yang sebaya, kesadaran, dan pemahaman.
Pernikahan dini yang pertama adalah pernikahan dini yang dilakukan pada rentang umur sekitar 10-17 dimana anak-anak yang telah akil baliq mulai mencoba-coba hubungan seks, hal ini terjadi karena minimnya pendidikan seks pada usia dini. Pernikahan ini terjadi pada semua strata ekonomi.
Pernikahan dini yang kedua adalah pernikahan dini yang dilakukan karena alasan ekonomi. Pernikahan dini jenis kedua ini akan terjadi selama pemerintah tidak mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Pernikahan dini yang ketiga adalah pernikahan dini yang ideal, dimana pernikahan dilakukan oleh sepasang remaja akil balik yang tidak berbeda umur, memiliki wawasan dan pandangan tentang pernikahan, seksualitas, bahaya-bahaya abad modern sekaligus didukung oleh orang tua memiliki rasa saling pengertian dan saling memahami yang tinggi. Orangtua dari pasangan ini sudah mengenalkan tentang konsep pernikahan sejak akil balik. Demikian pula anak telah mengetahui posisi dan keadaan dirinya. Di satu titik dimana anak sudah merasa bahwa dirinya sudah berada di titik harus menikah. Hal-hal yang seakan prinsip namun bisa dikompromikan sungguh tidak menjadikan penghalang.
Sungguh kami berharap pembaca yang budiman mempertimbangkan kembali dengan sungguh-sungguh tentang ijin pacaran. Ingatlah bahwa yang membedakan pacaran dan nikah hanya 3 hal: sighat (ijab-kabul/serah terima), wali, 2 saksi. Apakah bedanya dengan seorang laki-laki minta ijin kepada ayah seorang perempuan untuk keluar berdua dan disaksikan oleh istri, anak-anak, tetangga? Oom saya ijin mau mengajak keluar putri oom. O ya silahkan, ati ati yah. Dengan kata-kata: saya serahkan puteri saya .....kepada....dengan mas kawin .....tunai. Saya terima nikahnya...dengan mas kawin ...tunai......
Setan telah berhasil mengelabui segenap manusia dengan kebiasaan-kebiasaan tak berdalil, adat, dan tradisi yang rumit dan memberatkan sehingga pernikahan membebani. Sehingga banyak anak muda yang berhasrat nikah harus gigit jari dan menganggap pernikahan itu adalah perkara yang mustahil. Dan setanpun berhasil menggiring generasi muda muslim untuk bergaul secara bebas. Naudzubillah mindzalik.