Saturday, September 23, 2017

Saya sholat berdasarkan Quran dan Sunnah memang nampak keren, tapi....?

Jujurlah, hari ini kita tidak lagi menyarikan sendiri Quran dan Sunnah dalam ibadah praktis kita, melainkan kita mengikuti ulama. Sederhana saja, anda katakan bahwa sholat anda berdasarkan Al Quran dan sunnah, maka anda harus mampu menyebutkan dalil mulai dari tabiratul ikram hingga salam tanpa teks, dari Quran dan sunnah sekaligus dengan periwayatnya.....bisa?

Bagaimana nasib para mualaf? Setelah bersyahadat mereka kita beri Quran dan kitab hadits atau sekarang katakanlah kita beri kitab maktabah syamillah? Dan katakan beribadalah kalian sesuai dengan quran dan sunnah ini. Kapan mereka akan beribadah?

Kalo tidak mampu menyebutkan dalil, jangan mengklaim sholat anda berdasarkan Quran dan sunnah. Semua juga paham asal sholat adalah perintah Allah kepada Nabi Muhammad Saw untuk orang beriman. Dan saat seseorang mengatakan saya mengikuti guru saya, bukan berarti si Guru adalah orang yang ngarang gerakan sholat, mereka orang yang kita yakini pemahaman agamanya mumpuni, dan mereka juga mengikuti para guru, imam madzhab, sahabat dan Nabi Muhammad Saw.

Mayoritas umat Islam taqlid pada apa yg dilakukan oleh para ulama mereka, bahkan dari yang bukan ustadz. Mereka tidak punya kemampuan  menggali sendiri Quran dan sunnah. Kapan ibadahnya bila harus menemukan dalil terlebih dahulu. Jadi klaim," menurut guru saya.." adalah lebih jujur, daripada mengatakan berdasarkan dalil, Quran dan Sunnah. Saat anda mengatakan, saya mampu menyebutkan semua dalil perbuatan yang saya lakukan tapi anda tidak mengikuti satupun imam madzhab, anda berarti imam madzhab juga.

Masih ngotot ini teksnya. Perlu diketahui agama ini adalah riwayat dari para ulama bukan teks. Menunjukkan dalil dari teks bukanlah paham ahlussunnah wal jama'ah tapi paham penginjil,orientalis, liberal,otodidak, shahafi.

Sahabat melihat cara beribadah Nabi Saw dan mereka secara visual langsung meniru yang Rasulullah lakukan. Mereka tidak kutak-katik Quran dan Perkataan Nabi Saw, tetapi langsung eksekusi dengan apa yang dilakukan Nabi Saw, demikian seterusnya hingga generasi Tabi'ut Tabi'in. Dimana pada masa ini perbedaan dalam ibadah-ibadah mahdah sudah menggejala, maka mereka menganalisis semua riwayat hadits dan akhirnya menjadi sebuah klasifikasi dan sistematika peribadatan yang akhirnya kita kenal dengan Madzhab. Analisis haditspun tidak dilakukan sembarangan, hadits yang mereka peroleh didapatkan dari para periwayat yang jalurnya sangat dekat. Mereka tidak melakukan analisis  pribadi terhadap teks-teks hadits, namun langsung bertatap muka dengan periwayat. Dan mereka hafal semua riwayat dan hadits yang mereka tulis, dan mereka tidak akan menulis hadits dengan mengutip dari kitab ulama lain melainkan mendatangi ulama yang bersangkutan untuk belajar/menjadi murid. Kitab2 yg ditulis (apalagi terjemahan) tidak bisa dijadikan referensi secara sembarangan untuk berijtihad, apalagi orang tersebut yg termasuk awam. Maka seorang yang berijtihad/atau mengkritik ijtihad ulama lain wajib memiliki derajat yg setara. Orang yang berani berijtihad dengan Al Quran dan Hadits dengan logika sendiri akan rawan sesat dan menyesatkan. Orang ini disebut shohafi atau otodidak. Cara ini sesat dari cara mendapatkan ilmu, yaitu belajar tanpa guru, yg bukan metode belajar Islam, tapi belajar orang kafir abad ini. Atau dikenal dengan metode hermeneutika.

Sedangkan dalam Islam, sunnah belajar adalah tallaqi (bertatap muka/mengulang perkataan guru).  Metode tallaqi ini sungguh merupakan benteng kokoh yang membuat kaum orientalis kelabakan karena tidak mudah diselwengkan. Dan akhirnya melakukan penyusupan dan menggandeng orang yg memegang kekuasaan, maupun kaum muda untuk menyebarkan model belajar secara hermeneutika dan otodidak. Mereka memberikan beasiswa dan gelar di jurusan2 Islam milik mereka. Akhirnya setelah lulus, mereka menempatkan diri mereka sekelas ulama dan berbicara tentang urusan umat dan timbulah kekacauan, kelompok ini biasa disebut liberal.

Adapula kelompok shohafi yg meredefinisi kembali agama Islam dari nol, dari Alquran dan kitab, mereka enggan mengikuti perkataan ulama terdahulu, tapi herannya mereka menggunakan kitab-kitab para ulama ini untuk membuat suatu fatwa/ijtihad sesuai hawa nafsunya. Misalnya mereka menentang madzhab dan amalan para madzahib namun sering mengutip pendapat mereka untuk berdebat. Misalnya mereka sering mengutip pendapat imam Syafii tentang sampai/tidaknya bacaan Quran kepada mayyit, namun mereka mengingkari hukum2 fiqih yang dibawa imam Syafii, bahkan memberi label Syafiiyun. Kemudian kitab berlabel shahihpun masih berusaha dishahihkan, herannya tidak menggunakan nama dia sendiri (karena pasti gak laku) .

Anda tentu bisa membayangkan betapa besarnya kerusakan bila Rasulullah manganalis perkataan Malaikat Jibril As, sahabat menganalisia/mengkritisi perkataan Rasulullah, dst. Alhamdulilah faktanya tidak seperti itu. Rasulullah dan salafussholih , hari ini masih  berpegang teguh kepada periwayatan, bukan pada analisis teks/kitab mandiri/otodidak.

Ini pula yang sampai pada kita hari ini, bahwa sholat kita hari ini bukanlah hasil kutak-katik kita sendiri, melainkan kita lihat dari orang tua kita yang mengikuti orangtuanya yang berdiri di belakang jama'ah kaum muslimin yang diimami seorang ulama yang mengikuti gurunya dan gurunya dan gurunya.....hingga Rasulullah Saw. Hal ini pula yang menjadi kita bisa melakukan amal ibadah tanpa harus mencari dalilnya terlebih dahulu, tinggal ikut, percaya dengan ulama-ulama yang kita ikuti.

Inilah mengapa saya mengatakan bahwa sholat kita khususnya dan ibadah lain pada umumnya didasarkan pada taqlid kepada orang yang kita percaya membawa ajaran yang bersambung kepada Rasulullah Saw. Kalau anda bersikukuh mengatakan berdasarkan dalil, maka anda akan dibungkam sendiri ketidakmampuan anda menyebutkan seluruh dalil tentang sholat dari Al Quran dan hadits. Dan bila anda bersikukuh berdasarkan dalil dan tetap tak mampu menyebutkan dalil2 sholat, mohon ampunlah kepada Allah karena kedustaan dan kesombongan sekaligus.

Orang yang mengatakan bahwa kita harus kembali kepada Al Quran dan Sunnah, adalah perkara yang wajib dan sudah menjadi sutu kaidah umum tidak perlu perdebatan. Karena kita sangat yakin kapasitas dan kompetisi ulama yang kita ikuti. Mereka bukan tipe karakter pendusta yang meninggalkan Al Quran dan Sunnah.

Namun saat Al Quran dan Sunnah dipahami berdasarkan teks yang anda baca sendiri, maka akan membuka pintu kesesatan. Sebagian ulama mengatakan minimal 25 macam ilmu yang harus dikuasai seseorang untuk menafsirkan Al Quran dan menurunkan kaidah hukum dari hadits, seperti: Bahasa Arab yg meliputi: nahwu, shorof, balagoh, ma'ani, fiqih, ushul fiqih, hadits bersanad, dst. Bisa? Jadi jangan terkecoh dengan orang yg mengatakan

 "Lihat dalilnya (sambil menunjukkan terjemahan) dan ini dalil, jangan kata guru, ulama, dst." 

Orang seperti ini patut ditinggalkan karena orang ini mengajak umat meninggalkan ulama pewaris Nabi. Karena orang tersebut sesungguhnya sedang menutupi kemiskinan ilmu dengan teks-teks terjemahan.

Orang seperti ini telah mengambil ilmu secara serampangan.

Perlu diketahui bahwa generasi yang datang belakangan adalah generasi yang telah jauh dari masa Nabi Saw, yang tidak mungkin menyamai generasi Salafus Sholihin yang berjumpa dengan Nabi Saw dan sahabat2 RA.

Quran dan hadits yang sampai pada kita hari ini tidak bisa dipahami secara tekstual semata, karena Al Quran dan hadits diajarkan kepada Nabi Muhammad Saw, kemudian kepada sahabat secara TATAP MUKA dan pengulangan tutur atau lebih populer disebut talaqqi  !!!Bahkan Imam Bukhari lebih ketat dalam periwayatan, suatu hadits turun menjadi dhoif karena perawinya menunjukkan perilaku yang kurang pantas, diriwayatkan ada seorang perawi yang memancing kambing/keledainya dengan makanan utk masuk kandang dan tidak memberi makanan itu saat masuk kandang!


INGATLAH ...bahwa Al Quran dan Sunnah adalah pengajaran audio visual TALAQQI !!
........BUKAN TEKSTUAL..BUKAN TEKSTUAL.....

pengajaran ini pula yang menekankan pula bahwa pentingnya guru yang alim yang membacakan Al Quran dan Hadits dengan sanad yang jelas dan tidak terputus. Dan bisa dikatakan BARANGSIAPA YANG BELAJAR TANPA GURU AKAN TERTOLAK PERKATAANNYA.....

Metode talaqqi merupakan  satu2 metode shahih yang dilakukan nabi Muhammad SAW, dan kemudian disegel dengan sifat Nabi yang Ummiy, dimana celah baca/tulis/analisis teks ditutup rapat dalam pengajaran Al-Quran dan As-Sunnah, metode ini digunakan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW ketika wahyu pertama dari Allah SWT turun yaitu QS. Al-Alaq ayat 1. Nabi Muhammad kepada sahabat ra dan seterusnya hingga hari ini masih diteruskan dan dipertahankan oleh ulama2 yg lurus, terutama secara ketat dalam pengajaran Quran. Para penghafal Quran akan mendapat legitimasi setelah mendapatkan sanad dari seorang guru. Tallaqi ini pula diperkuat dengan sifat Ummiy Nabi Saw , yang menutup pintu analisis/otodidak. Pun Rasulullah menutup pintu (mengharamkan) penulisan perkataan beliau (hadits) karena dikhawatirkan bercampur dengan Al Quran. Dan di masa ini banyak orang mengaku2 ulama yang sesungguhnya pemalas2 yang numpang populer ingin disebut alim, bangga dengan Quran terjemahan kumpulan hadits digital, dan membuat madzhab2 baru dengan kaidah yang dipopulerkan Imam Syafi'i "Madzhab kami adalah hadits shohih". Bahkan dengan berani mengatakan ada madzhab imam bukhori, karena imam bukhori lebih menguasai hadits dibanding para madzhahib.??????

Belajar melalui teks baru dikenal abad belakangan mengikut metode barat. dimana sebagian kelompok yang membuka peluang belajar secara mandiri/otodidak  dan tekstual dan berlabel berdasarkan Al Quran dan Sunnah, namun sungguh cara belajar agama seperti ini jelas-jelas menyelisihi belajar model Talaqqi Generasi Salafusholih. Cara-cara belajar dari teks adalah cara-cara Barat yang dikenal sebagai hermeneutika, artinya metode belajar yg didasarkan pada analisis teks, pemakaian logika pribadi, tanpa harus bertemu dengan penulisnya (contoh: jurnal-jurnal penelitian yang selalu menyertakan daftar pustaka). Metode seperti ini sangat menyelisihi Metode Talaqqi sebagaimana yang diajarkan kepada generasi Salafush Sholih. Ini juga penjelasan mengapa kelompok pengusung otodidak dg mudah diterima dikalangan intelektual,  jelas karena metode belajarnya agama yang sama dg metode barat, Riset Literatur! 

Ingat Riset Literatur tanpa guru adalah cara yang sangat buruk dalam belajar agama dan tidak mengikuti Sunnah apalagi Salafus Sholih! Dan mentalitasnyapun hampir sama. Mereka mengklaim Kami sudah memiliki kumpulan semua kitab hadits bernama Maktabah Syamilah, ngapain harus menghafalkan hadits? Hanya membuang-buang waktu saja. Inilah hal yg paling aneh dilakukan oleh kelompok yg mengatakan semua bentuk ibadah yg tidak mengikuti Nabi adalah bid'ah, namun kalo utk urusan Digitalisasi hadits boleh bid'ah (otodidak) dan boleh meninggalkan sunnah tatap muka (talaqqi).

Ini pula yang menimbulkan friksi pada hari ini, karena pemahaman Al Quran dan Hadits yang dilakukan melalui TELA'AH LITERATUR/Literature Research, Metode hermeneutika inipun secara serta merta bisa membawa seseorang awam  yang menguasai literasi arab pas-pasan utk membuka Maktabah Syamilah dan melakukan ijjtihad pribadi atas mana kelompok untuk memberi label pada kelompok yg berseberangan. Dan metode ini sangat  berseberangan dengan sifat-sifat Ahlul Sunnah wal Jama'ah. Oleh karena itu, kelompok ini tidak diakui lagi sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Muktamar Aswaja di Checnya, Kamis 21 Dzulqa’dah 1437 H /25 Agustus 2016.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits?
Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini:
“Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim. Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dhoif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)

Al-Hafidz adz- Dzahabi berkata “al-Walid mengutip perkataan al-Auza’i:
“Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang saling dipelajari oleh para ulama. Ketika ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya.” 

Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu Mubarak dari al-Auza’i. Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab akan terjadi kesalahan, apalagi pada masa itu belum ada tanda baca titik dan harakat. Maka kalimat-kalimat menjadi rancu beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan terjadi jika mempelajari ilmu dari para guru”

Banyak tokoh hermeunetika ini, mengeluarkan ijtihad-ijtihad berlabel memurnikan Al Quran dan Sunnah, berdasarkan pemahaman pribadi yang diambil dari literatur-literatur dengan label yang akan menggoda setiap orang,"Memurnikan Ajaran Islam", memurnikan tauhid, kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Akhirnya kita perhatikan dalam keseharian, metode mereka ini menimbulkan kekacauan dan kerancuan, bahkann hingga pembunuhan, karena banyak orang yang baru belajar dan tidak memiliki kapasitas, mengeluarkan ijtihad2 prematur.

Hal ini jelas berseberangan dengan paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Aswaja), dimana kaidah dasar kalangan Aswaja yang menghindari labeling. Menghindari perkataan-perkataan buruk kepada ahli syhadat dan ahli qiblat. Dimana para Ulama Ahlus Sunnah mengambil ilmu dari para gurunya, baik itu Al Quran, Tafsir Quran, Hadits, mereka dapatkan dari gurunya. Jadi ulama ahlus sunnah TIDAK MENGGUNAKAN TEKS DAN PEMAHAMAN PRIBADI UNTUK BERIJTIHAD, tapi mengambil dari guru-guru mereka, dan ini pula yang dilakukan oleh para Sahabat-sahabat Nabi RA. Alhamdulillah metode ini masih jelas dalam pengajaran Al Quran, dimana para penghafal harus menyetor setoran secara tatap muka kepada para gurunya, sehngga mereka berhak mendapatkan sanad.

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr. 9)

Metode pengambilan dalil dengan hermeneutika secara nyata telah menimbulkan perpecahan, pelabelan, pengkafiran, peperangan hingga pembunuhan. Mereka hanya mengenal kelompok kami dan kelompok diluar kami. Sebelum kelompok ini melakukan pembunuhan, mereka terlebih dahulu melabeli dengan label sesat, syirik, hingga akhirnya mengkafirkan. Setelah mengkafirkan mereka melakukan pembunuhan. Silahkan baca-baca ideologi ISIS.

AGAMA INI BERDASARKAN RIWAYAT BUKAN LOGIKA, DAN RIWAYAT DISAMPAIKAN OLEH ORANG YANG MENERIMANYA HINGGA NABI MUHAMMAD SAW

Wallahua'lam Bishowab.




Friday, September 22, 2017

Bersalaman Sehabis Sholat?

Dalill bersalaman:
Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.


Dalil bersholawat:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 56)



Dalil bersalaman sehabis sholat
Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad bahwa ia shalat subuh bersama Rasulallah, lalu setelah shalat para jamaah berebut untuk menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (H.R. Bukhari, hadits ke 3360)

Dalil bersalaman sambil membaca sholawat

Dari Anas ra, dari Nabi saw, bahwa beliau telah bersabda : Tidaklah dua orang hamba Allah yang saling mencintai di antara keduanya karena Allah Ta’ala, salah seorang dari keduanya menghadap temannya lalu keduanya bersalam-salaman kemudian keduanya membaca shalawat atas Nabi saw, melainkan tidaklah keduanya berpisah sehingga dosa-dosa keduanya diampuni baik dosa-dosa yang telah lalu maupun dosa-dosa yang akan datang. (H.R. Ibnu Sunni, Abu ya’la dan Ibnu Hibban).

Yang minta dalil ini ditunjukkan dalilnya. Jadi para pencaci pembenci besalaman sehabis sholat, maka kami sudah menunjukkan dalil bersalaman setelah sholat, dan membaca sholawat saat bersalaman (jamaah berdiri bersalaman sambil bersholawat). Jadi perbuatan itu ADA DALILNYA. Jadi bersiaplah menerima kembali laknat kalian dengan mengatakan bid'ah terhadap orang yang bersalaman sehabis sholat (sambil bersholawat) bila tidak bertobat. Dan juga tidak menggugah anda untuk melakukannya maka sungguh dalam hati anda ada penyakit.

Mengapa masih tidak bisa membedakan ibadah yang terikat oleh syarat dan rukun dengan ibadah yang tidak terikat syarat dan rukun.

Cobalah membedakan antara afdoliyat dengan halal/haram biar gak campur aduk. 

Padahal kita ketemu seseorang yang jarang bertemu hanya saat sholat fardhu, mengapa perbuatan mulia ini jadi terlarang? Akhirnya? Setiap habis sholat seperti orang musuhan, hening kaya kuburan, pulang kaya orang musuhan, saya yakin ketemu di jalan juga gak salaman. Kalo pas sholat, banyak orang yang gak kenal sholat sebelahan, kaki/siku dipaksain rapetan, pas selesai sholat salaman jadi haram naudzubillah min dzalik....mana mungkin hati jadi dekat? Wallahua'lam.

Dzikir Jahar

+Kenapa anda dzikir Jahar setelah sholat? TIdak ada dalilnya

Ini dalil kami
http://www.tipstriksib.com/2015/12/hukum-dzikir-keras-jahar-menurut-al-quran-dan-al-hadist.html

+ Itu tak shahih, yang dibenarkan hanya berdzikir untuk pengajaran

Lah, tadi minta dalil quran dan hadits, dikasih dalil dibilang gak shahih, kalau memang bid'ah kok dilakukan juga? Bid'ah ya Bid'ah  gak ada dispensasinya. Kalau ngotot bolehnya dispensasi untuk pengajaran, ya sudah berprasangka baiklah sama yang berdzikir Jahar bahwa mereka sedang ngajarin generasi muda. Stop nuduh-nuduh, urusi amalanmu, simpan sindiran dan penghinaanmu.

Jadi jalani saja sesuai pemahamanmu gak usah memaksakan kehendak dengan menuding-nuding orang  tak pakai dalil. Bagiku amalanku, bagimu amalanmu. Doakan kami kalau tersesat atau salah, agar diberi hidayah, lebih baik daripada habis energimu memaki, itu juga kalau kamu benar.

Saya tidak menganut aturan:" Asal ibadah haram kecuali yang diajarkan, asal muamallah adalah mubah kecuali yang diharamkan"

Saya menganut ajaran para ulama bahwa, setiap langkah manusia selama di berada di muka bumi harus bernilai ibadah. Entah itu sedang duduk, berdiri, berjalan, bekerja, bab, bak, berdagang, naik kendaraan, rekreasi, memasak, dst. Berdasarkan dalil:

Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

Kami adalah kelompok yang menganut setiap perbuatan harus bernilai ibadah berdasarkan ayat di atas dan tidak menganut, "...asal ibadah adalah haram kecuali....." Karena bertentangan dengan dalil bahwa asal manusia diciptakan untuk beribadah.....


Kami adalah kelompok yang menganut, Ibadah Mahdah dan Ghairu Mahdah. Karena seperti tertera dalam kitab fiqih, setiap perbuatan memiliki aturan, cara, dan nilai ibadah. Adapun ibadah Mahdah telah memiliki aturan, rukun, syarat dimana cara, waktu, tempat pelaksanaannya memiliki ketetapan dan ketentuan sehingga siapapun tak boleh memodifikasinya. Namun ada juga ibadah ghairu mahdah tidak memiliki aturan yg dibatasi cara, waktu dan tempat. Muamallah itu juga bagian ibadah sehingga ada yang disebut fiqih muamallah, yang melanggarnya juga akan kena sangsi, yang mengikuti syariat berarti juga sedang menjalankan ibadah (ketaatan). Jadi mengatakan dalil bid'ah hanya dalam urusan ibadah dan tidak mengapa dalam muamallah itu mana? Semua hidup ya harus bernilai ibadah, tandanya harus diawali dengan basmallah.

Sebagai contoh: Membaca tahlil (ghairu mahdah)

Tahlil dapat dibaca dimanapun (kecuali WC), kapanpun (kecuali dalam berhadats), berapapun jumlahnya, kecuali tadi ada dalil yang melarangnya, ataupun bila disebutkan syarat dan rukunnya. Dengan alasan ini maka tahlilan kematian tidak menjadi masalah karena membaca laa ilaaha illallaah itu ibadah yang tidak dibatasi tempat, jumlah, keadaan, waktu, syarat dan rukun. Jadi membaca tahlil mau saat kematian, kelahiran, sunatan, hajatan, sakitan, naik kendaraan, dalam perjalanan, 100x, 1000x, 100000x adalah baik, bagus, mulia, karena berdzikir itu diperintahkan sebanyak-banyaknya, apalagi kalimat Laa Ilaaha Illallah....... 

Apabila kita harus mencari2 dalil untuk ibadah ghairu mahdah, yang ada kita tak akan pernah berdzikir. Baca ayat kursi saat jalan boleh gak yah, wah saya gak pernah baca dalilnya, jadi gak usah, takutnya bid'ah, dst. Bayangkan berapa banyak perbuatan mulia akan menjadi bertukar menjadi kesia-siaan karena menganggap ibadah ghairu mahdah harus sama dan sebangun dengan apa yang dilakukan Nabi Saw.



1. Ibnu Abid Dunya beserta Imam Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah ra: “Malaikat maut menghampiri seorang laki-laki yang telah mati, ...lalu ia meneliti seluruh anggota tubuhnya, namun ia tidak menemukan amal kebajikan di dalamnya. Kemudian ia membelah hatinya, ia juga tidak menemukan amal kebajikan di dalamnya, lalu dibuka mulutnya, ditemukan lidah yang melekat pada bagian atas mulut sedang membaca “Laa ilaaha illaLlaah”, maka diampuni segala dosanya karena adanya kalimat yang ikhlas itu.” (HR. Thabrani, Baihaqi, Al-Khatib)

Bayangkan bila seorang yg hendak dicabut nyawanya menolak acara tahlilan karena menganggap bid'ah, dan memilih kegiatan kesia2an, semisal nonton tivi, ngopi, baca berita, padahal jam dan waktu itu ia punya kesempatan membaca laa ilaha ilallah? Naudzubillah min dzalik

2. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah memperbarui iman seseorang.
Rasulullah saw bersabda, “Perbaruilah iman kalian.” Sahabat bertanya, “Bagaimana cara kami memperbarui iman, wahai Rasulullah?” “Perbanyaklah membaca Laa Ilaaha Illallah.” (HR. ahmad). Bayangkan saat anda menunda memperbahurui iman, padahal anda diundang untuk memperbarui keimanan anda dengan alasan ini tidak dilakukan Nabi Saw? Naudzubillah min dzalik

3. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah menyelamatkan dari siksa api neraka.
Rasululah saw bersabda, “Allah telah mengharamkan api neraka bagi orang yang membaca Laa ilaaha illallah semata-mata mengharap ridha Allaah.” (HR. Bukhari-Muslim)

Bagaimana anda mengklaim, tahlilan sebagai bid'ah dolallah yang memasukkan ke dalam neraka? Kuat mana kira2 penafsiran anda tentang haramnya tahlilan atau dalil ini? Silahkan baca topik khusus, dalil bid'ah vs dalil tahlil.

Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Laa ilaaha illallah adalah benteng-Ku, barangsiapa masuk di dalamnya, ia selamat dari siksa-Ku.” (HR. Abu Nu'aim)

4. Dengan ber-dzikir Laa ilaaha illallaah akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bersinar wajahnya.

Rasulullah saw bersabda, “Tiada seorang hamba membaca Laa ilaaha illaLlaah sebanyak 100 kali kecuali Allaah bangkitkan dia di hari kiamat dalam keadaan bersinar wajahnya seperti rembulan di malam bulan purnama.” (HR. Ad-Dailami)

5. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah lebih utama dari seisi langit dan bumi.
Imam Nasa’i meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudhri ra: Nabi saw bersabda, “Nabi Musa as berdoa, “Wahai Tuhanku, ajarkanlah kepadaku tentang sesuatu untuk berdzikir kepada-Mu.” Maka Allah berfirman, “Ucapkanlah Laa ilaaha illaLlaah.” Lalu Nabi Musa berdoa lagi, “Wahai Tuhanku, setiap hamba-Mu membaca ini, saya ingin sesuatu yang istimewa untukku.” Maka Allah berfirman lagi, “Wahai Musa, andaikata tujuh petala langit dan penghuninya serta tujuh lapis bumi diletakkan di sebelah timbangan kalimat “Laa ilaaha illaLlaah”, niscaya akan lebih berat kalimat “Laa ilaaha illaLlaah”, melebihi dari semua itu.”

6. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah membuat iblis berputus asa dalam mencelakakan diri orang yang membacanya.
Jadi sudah tau kira-kira siapa yang menghembuskan bahwa tahlilan bid'ah?


7. Nabi saw telah bersabda, “Biasakanlah membaca kalimat “Laa ilaaha illaLlaah” dan istighfar, perbanyaklah membaca keduanya. Sesungguhnya iblis telah berkata, “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa, namun mereka membinasakan aku dengan ucapan “Laa ilaaha illaLlaah dan istighfar”, ketika dalam keadaan yang seperti itu maka aku binasakan mereka dengan hawa nafsu, dan mereka mengira bahwa dirinya telah mendapat hidayah.” (HR. Abu Ya`la)

Jadi siapa yang bersusah saat seseorang menjadi tahlil, jadi siapa yang dia bela saat melarang orang membaca tahlil?

7. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah merupakan harga Surga.
Nabi shallaLlaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘laa ilaaha illaLlaah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Dawud).

Dari Abu Dzar ra, berkata, Nabi saw bersabda, “Tidak ada seorang hambapun yang mengucapkan Laa ilaaha illaLlaah kemudian dia mati diatas keyakinan tersebut kecuali dia masuk surga.” (HR. Bukhari). Masih ngeyel bid'ah dolalallah.

Dari Muadz bin Jabal ra, Rasulullah saw bersabda, “Kunci-kunci surga ialah ucapan syahadat, Laa ilaaha illallaah.” (HR. Ahmad).
Bagaimana masuk neraka, sedangkan kunci surga ditangan?


8. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah menghindarkan diri dari siksa-Nya.
Dari Ali ra, berkata Rasulullah saw kepadaku, “Jibril as berkata, Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya Akulah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku. Barangsiapa mendatangi-Ku dengan mengucapkan Laa ilaaha illallaah dengan ikhlas, maka ia masuk dalam lindungan-Ku. Dan barangsiapa masuk dalam lindungan-Ku, maka ia aman dari siksa-Ku.” (HR. Abu Nuaim).

Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Tertulis di pintu surga, “Sesungguhnya Akulah Allah, tiada Tuhan yang patut disembah selain-Ku. Aku tak akan menyiksa orang yang mengucapkannya.” (HR. Abu Syekh).

Rasulullah saw bersabda, “Kalimat Laa ilaaha illaLlaah tetap selalu berguna bagi orang yang mengucapkan (membacanya) dan dapat menghindarkan bala’ dan siksa dari mereka, selama mereka tidak meremehkannya.” (HR. Al Ashabani).


9. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah sebaik-baik kebaikan yang mengganti keburukan.
Dari Syamr bin Athiyyah, dari beberapa orang gurunya, dari Abu Ad Darda ra dia berkata, aku berkata, “Ya Rasulullah! Berwasiatlah kepadaku!” Rasulullah saw bersabda, “Apabila engkau melakukan suatu kejahatan, maka ikutkanlah kejahatan itu dengan amalan yang baik, karena hal itu akan menghapusnya.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, apakah kalimat Laa ilaaha illaLlaah termasuk diantara kebaikan?” Rasulullah saw bersabda, “Kalimat itu adalah sebaik-baik kebaikan.” (HR. Ahmad).

Dari Anas ra, sabda Rasulullah saw “Tiada seorang hamba pun yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah pada suatu waktu, malam atau siang hari, kecuali akan dihapuskan dari catatannya amal-amal buruknya, bahkan keburukan itu diganti dengan kebaikan.” (HR. Abu Ya’la).

Dari Ummu Hani ra, Rasulullah saw bersabda, “Laa ilaaha illaLlaah tidak dapat ditandingi oleh amal apapun. Dan kalimat ini tidak akan meninggalkan dosa sedikitpun.” (HR. Ibnu Majah).


10. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah menghapuskan dosa.
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda, “Ajarilah anak-anakmu ‘Laa ilaaha illaLlaah’ ketika mereka mulai berbicara. Dan talkinkanlah kepada mereka ketika menjelang wafatnya dengan ‘Laa ilaaha illaLlaah’. Sesungguhnya, barangsiapa ucapan pertamanya ‘Laa ilaaha illaLlaah’ dan ucapan yang terakhirnya juga ‘Laa ilaaha illaLlaah’, lalu ia hidup selama seribu tahun, maka ia tidak akan ditanya tentang satu dosa pun.” (HR. Baihaqi).

Dari Anas ra, sesungguhnya Abu Bakar ra menjumpai Nabi saw dalam keadaan bersedih. Nabi saw bertanya, “Mengapa kamu nampak sedih?” Jawab Abu Bakar ra “Ya Rasulullah, kemarin malam keponakanku hampir meninggal dunia.” Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau telah mentalqinkannya dengan Laa ilaaha illallaah?” Sahut Abu Bakar ra “Ya, sudah kulakukan.” Sabda beliau, “Apakah ia membacanya?” Jawabnya, “Ya, ia membacanya.” Sabda beliau, “Ia wajib masuk surga.” Abu Bakar ra bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana jika orang hidup membaca kalimat ini?” Beliau bersabda, “Ia lebih menghapuskan dosa-dosanya. Ia lebih menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Dailami).

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allaah Ta’ala memiliki sebuah tiang yang terbuat dari Nur terletak di hadapan Arsy-Nya, jika ada seorang hamba yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illaLlaahu’, maka bergetarlah tiang itu. Allaah berfirman, “Berhentilah.” (tiang itu) menjawab, “Bagaimana aku dapat berhenti, sedangkan Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkannya?” Firman Allaah, “Sesungguhnya Aku telah mengampuninya.” Maka barulah tiang itu berhenti.” (HR. Al Bazzar).


11. Allaah SWT teman duduk orang yang ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah dan pasti akan berjumpa dengan-Nya.
Firman Allaah SWT dalam Hadits Qudsi, “Allah SWT mengirimkan wahyu kepada Nabi Musa as, “Ya Musa! Apakah engkau senang Aku berdiam bersamamu dalam rumahmu?” (mendengar itu) Nabi Musa tunduk bersujud kepada Allah kemudian berkata, “Ya Rabbi, bagaimana mungkin hal itu?” Allah berfirman pada Musa, “Ya Musa! Apakah tidak engkau ketahui bahwa Aku teman duduk bagi orang yang berdzikir pada-Ku? Dan (lebih dari itu) di mana pun hamba-Ku mencari Aku, maka pasti menjumpai-Ku.” (HQR. Ibnu Syahin, dari Jabir ra)

12. Dengan ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah akan mendapat syafa'at Rasulullah saw.
Abu Hurairah ra bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan memperoleh syafaatmu pada hari Kiamat kelak?” Beliau menjawab, “Aku telah mendugamu, wahai Abu Hurairah, bahwa kulihat keinginan besarmu terhadap hadits. Orang yang paling beruntung dengan syafaatku pada hari Kiamat ialah orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR. Bukhari).

Dari Umar ra, Rasulullah saw bersabda, “Ketika Adam as telah berbuat suatu dosa, maka saat ia menengadahkan kepalanya ke langit, ia berkata, “Aku memohon kepada-Mu, dengan wasilah Muhammad, ampunilah diriku.” Maka Allah mewahyukan kepadanya, “Siapakah Muhammad?” Adam as menjawab, “Maha Berkah Nama-Mu, ketika Engkau ciptakan daku, aku tengadahkan kepalaku ke Arsy-Mu dan ternyata tertulis di dalamnya ‘Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasuulullaah.’ Maka kuketahui bahwa Muhammad itu seseorang yang derajatnya tiada seorang pun yang sederajat dengannya, sehingga Engkau letakkan namanya berdampingan dengan nama-Mu.” Lalu Allah menurunkan wahyu padanya, “Wahai Adam, sesungguhnya ia adalah Nabi yang terakhir dari anak keturunanmu. Seandainya tidak karena ia, maka tidak Ku ciptakan dirimu.” (HR. Thabrani, Hakim, Abu Nu’aim, Baihaqi).


13. Ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah akan menghindarkan dari penderitaan menjelang maut, kegelapan dan adzab kubur, serta mahsyar.
Dari Yahya bin Thalhah bin Abdullah ra bercerita, “Suatu ketika, terlihat Thalhah bersedih, maka orang-orang bertanya, “Mengapa kamu bersedih?” Ia menjawab, “Sesungguhnya kudengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang tiada seorang hamba membacanya menjelang mautnya, kecuali akan Allah hindarkan darinya segala penderitaannya dan wajahnya akan bersinar, dan akan ia lihat apa yang mengembirakannya.” Namun belum sempat kutanyai beliau kalimat apakah itu hingga wafatnya.” Umar ra berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui kalimat itu.” Ia menyahut, “Apa itu?” Ia berkata, “Aku tidak mengetahui sebuah kalimat yang lebih agung daripada kalimat yang ia perintahkan pamannya dengannya, yaitu ‘Laa ilaaha illallaah’ ia berkata, “Demi Allaah, itulah kalimatnya. Demi Allaah itulah kalimatnya.” (HR. Baihaqi).

Ibnu Abbas ra berkata, “Suatu ketika Jibril as mendatangi Rasulullah saw ketika itu beliau sedang sangat sedih. Jibril as berkata, “Allah mengirim salam untukmu. Dan melihatmu seperti ini, Dia bertanya, “Ada apa?” (padahal Allah Maha Mengetahui isi hati makhluk-Nya. Ini hanya menunjukkan penghormatan kepada Nabi saw). Jawab beliau, “Wahai Jibril, aku sangat memikirkan, bagaimana umatku pada hari Kiamat nanti.” Jibril bertanya, “Umatmu yang kafir atau yang muslim?” Sabda Nabi saw “Aku khawatir atas kaum muslimin.” Lalu Jibril membawa Nabi saw mengunjungi kuburan kaum muslimin dari Banu Salamah, Jibril memukul salah satu kubur itu dengan sayapnya, sambil berkata, “Dengan ijin Allah, bangkitlah kamu.” Lalu bangkitlah seseorang yang sangat tampan, lalu ia mengucapkan. “Laa ilaaha illallaahu Muhammadar rasuulullaahi, Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin.” Kemudian Jibril menyuruhnya, “Kembalilah ke tempatmu.” Sabda Nabi saw “Seseorang akan dibangkitkan menurut keadaan ketika matinya.”

Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda, “Bukanlah atas ahli Laa ilaaha illallaah kegelapan di kubur mereka dan juga tidak di Mahsyar. Seakan-akan aku melihat ahli Laa ilaaha illallaah bangkit dari kuburnya sambil mengibaskan debu dari kepalanya lalu berkata, “Segala puji bagi Allaah yang telah menjauhkan kami dari kesedihan.” Riwayat lain menyebutkan bahwa ahli Laa ilaaha illallaah tak akan mengalami kegelapan saat mati, atau saat di kubur.” (HR. Thabrani, Baihaqi).

14. Dengan ber-dzikir Laa ilaaha illaLlaah pintu langit sampai Arsy akan terbuka dan tidak ada hijab dengan Allah.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang hamba membaca Laa ilaaha illaLlaah, kecuali akan dibukakan baginya pintu langit hingga Arsy, selama ia menghindarkan diri dari dosa-dosa besar.” (HR. Tirmidzi).

Dari Anas ra, Rasulullah saw bersabda, “Tiada sesuatu pun kecuali di antara ia dengan Allaah ada hijab, melainkan ucapan Laa ilaaha illallaah, dan doa seorang bapak (untuk anaknya).” (HR. Ahmad, Ibnu Mardawaih).

Orang yang membatasi ibadah yang tidak dibatasi bukannya malah bid'ah?
Jadi saya menganut paham hidup kita harus selalu bernilai ibadah, bukan dengan membagi ibadah dan muamalah.

Oleh karena itu setiap memulai pekerjaan harus diawali dengan Bismillah, karena dengan Bismillah inilah perbuatan apapun akan bernilai ibadah,  dan yang tidak menggunakan basmallah akan terputus (tidak bernilai ibadah/sia-sia)



Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ
Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib)

Tahlil kematian, adalah kecerdasan ulama dalam berdakwah. Hal itu merupakan strategi mengajak orang kepada Islam, dan mencegah orang berkelakuan buruk menjalankan keburukannya. Untuk orang yang biasa berzikir, mereka akan tetap berzikir dalam keadaan apapun, ada atau tidak adanya orang mati.

Wahai Yang Mengaku Salaf, Bersikaplah seperti Muhammadiyah

Padamu yang mengaku salaf, bersikaplah seperti Muhammadiyah
Mereka tidak qunut, namun mulutnya santun tak menuduh
Mereka tidak maulidan, yasinan, tahlilan, sholawatan, namun sikapnya tetap santun

Sungguh banyak Nabi cukup lelah mengajak seseorang pada ketauhidan, banyak dari umat mereka yang dimusnahkan karena sulitnya mengucap, Laa Ilaha illallah ....
Kini engkau dengan seenaknya melabel orang-orang yang berada dalam tauhid dengan label ahlul bid'ah. Meski ulama kami telah menyebut dalil-dalilnya, namun tak membuatmu berhenti mencaci dan mengumpat.
Sikapmu sungguh naudzubillah, kami diam tak melawan, kamu makin menjadi-jadi jumawa
Saat kita suruh berdakwalah kepada orang kafir sebagaimana yang dilakukan Nabi Saw, engkau mengatakan sungguh ahlul bid'ah lebih buruk dari orang kafir http://www.manhajul-anbiya.net/ahlul-bidah-lebih-berbahaya/
...sungguh perkataan yang hebat, menyamakan ahli tauhid dengan orang kafir hanya karena memanjangkan celana, memperbanyak membaca laa ilahaillallah saat ada kematian, ...naudzubillah min dzalik.

Cukuplah menjadi keburukan bagi seseorang untuk merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram, yaitu darahnya, hartanya dan kehormatannya.” [Riwayat Muslim dan lain-lain]

Sesungguhnya termasuk riba yang paling riba adalah mengulurkan lisan terhadap kehormatan seorang Muslim tanpa hak (alasan yang dibenarkan).” [Riwayat Abū Dāwūd]

saat kami melawan dan kau di bawah, kemudian bermain sebagai korban, namun dirimu tak juga belajar.

Wahai yang mengaku paling Sunnah dan paling Salaf, tak taukah kamu, bahwa perkataan, sebagai ahlul bid'ah itu cukup menyakitkan, ditambah mendoakan kami sebagai ahli neraka?

Mengapa tidak kau simpan energi mengumpatmu itu menjadi suatu doa untuk dibukakan hidayah, kalau kami memang tersesat? Apakah kau merasa amalmu cukup memasukkanmu ke surga,  hingga kau sibukkan hari-harimu dengan mengumpat dan mencaci, kami yang mengatakan tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah?
 ....hingga tak kulihat sama sekali sifat-sifat Nabi dalam dirimu, yang berlemah-lembut terhadap sesama muslim, tak sadarkah kau hilangya cahaya dari wajahmu hingga kelam menghitam karena kebencian.

Cukuplah saudaraku, kami adalah kaum yang kau tuduh sebagai ahli bid'ah tak akan pernah mengikuti hawa nafsumu, terimakasih atas peringatanmu, namun kembalilah kamu kepada amalanmu, tinggalkan kami dengan amalan kami, doakan kami bila kami tersesat, doakan kami yang banyak agar mendapatkan hidayah, ini lebih menenangkan dan menyejukkan. Kata-katamu itu tak memiliki kekuatan apapun karena sungguh hidayah milik Allah, jadi nasehatku doakan kami yang banyak agar diberi hidayah dan mati dalam keadaan khusnul khotimah, ini lebih menyejukkan.