Thursday, December 31, 2009

Berserah saja

Manusia sibuk berpikir padahal dia hadir kedunia tanpa berpikir
Manusia sibuk bekerja padahal dia hadir kedunia tanpa usaha sedikitpun
Manusia sibuk mengatur padahal turun ke dunia bukan keputusannya
Manusia sibuk berencana padahal turun ke dunia bukan rencananya

Apakah dia tidak sadar bahwa kehadirannya ke dunia hanya untuk suatu pengakuan
Apakah dia tidak ingat akan perjanjiannya sebelum dia akan dilahirkan
Apakah dia tidak ingat Bapak Adam ke dunia hanya untuk tobat
Apakah dia tidak ingat para utusan diutus untuk mengatakan tidak ada yang lain,selain Dia
Apakah dia tidak belajar bahwa jalan keluar adalah penyerahan
Apakah dia tidak belajar dari Bapak Nuh yang berserah atas kaumnya
Bapak Yunus berserah atas pelariannya
Bapak Sulaiman berserah atas kekayaannya

5 indera adalah cobaan besar
akal adalah cobaan besar
hawa nafsu adalah cobaan besar

ujian itu hanyalah pengakuan akan Zat yang berpikir
ujian itu hanyalah pengakuan akan Zat yang bekerja
ujian itu hanyalah pengakuan akan zat yang mengatur
ujian itu hanyalah pengakuan akan zat yang merencanakan

apakah perlu mengatur kalau Zat itu Maha Pengatur
apakah perlu berpikir kalau Zat itu Maha Mengawasi
apakah perlu bekerja kalau Zat itu Maha Menggerakkan
apakah perlu merencanakan kalau Zat itu Maha Merencanakan
Begitu manis bibirmu mengatakan bahwa Dia adalah Maha Segalanya
namun kau libatkan Dia hanya untuk memenuhi 5 inderamu, akalmu, dan nafsumu

istirahatkan inderamu, istirahatkan akalmu, istirahatkan nafsumu
istirahatkan, istirahatkan, istirahatkan
serahkan, serahkan, serahkan
seperti yang kau katakan Maha berarti Hanya Dia...
Hanya Dia ...hanya Dia ...hanya Dia...

Film kehidupan telah selesai dibuat
Sang Sutradara dan makhluk terdahulu menyaksikannya
Saat Makhluk terdahulu bertanya:
"Apakah Engkau Yakin akan menghidupkan lakon ini, dimana pemainnya
akan saling berbunuhan"
"Sang Sutradara mengatakan, Aku lebih mengetahui daripada kamu"

Tidak ada yang berubah tentang kejadian2
Tidak ada yang berubah tentang benda-benda
Tidak ada yang berubah tentang wujud2
Tidak ada yang berubah tentang nasib2

Yang dapat dirubah adalah:
hati yang ingat, hati yang berserah, hati yang bertobat
hati yang merendah,hati merasa kecil
hati yang sadar bahwa dia disusun dari ketiadaan
hati yang sadar bahwa yang dia dapatkan hari ini karena belas kasihan
hati yang sadar bahwa dia akan dikembalikan kepada Penciptanya
...mengapa terlalu rumit berpikir, bertindak, merencanakan sesuatu yang
telah dibuat.
Berpikir, bertindak, dan rencanakanlah karena berserah, bukan karena
napsumu, ambisimu, uang, popularitas.

Berserah berarti engkau ber-akad...
Engkau bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa

hatimu adalah sebuah tempat yang tidak dapat dibatasi oleh ruang
hatimu adalah sebuah tempat yang tidak dapat dibatasi oleh kekuasaan
hatimu adalah sebuah tempat yang tidak dapat dibatasi oleh waktu
hatimu adalah sebuah tempat yang tidak dapat dibatasi oleh jarak

hatimu satu-satunya tempat yang bergerak melebihi cahaya
hatimu satu-satunya tempat dimana hukum relativitas dapat dibuktikan
hatimu satu-satunya tempat dimana engkau bercakap dengan penciptamu
hatimu satu-satunya tempat dimana ruhNya bersemayam saat ditiupkan
hatimu satu-satunya tempat dimana engkau dapat menggapai penciptamu.

Lihat..dengar. ..raba..cium dengan hatimu...... .
Lihat...dengar. .raba..cium dengan hatimu melalui sholat, zikir dan doamu
lihat...dengar ..raba...cium dengan sholat, zikir dan doamu....... .
lihat..dengar. ..raba... cium...Zat yang Mempersaksikan semua ini...

Thursday, December 24, 2009

1 Tuhan, Dogma tertinggi Islam

Dalam ajaran Islam, pondasi paling fundamental dan tak tergantikan adalah mengakui 1 Tuhan. Tuhan di atas segala tuhan-tuhan. Inilah dogma tertinggi dalam Islam yang terkadang tidak dipahami oleh orang Islam sendiri. Karena sejak lahir dalam keadaan Islam seorang muslim terlebih dahulu diperkenalkan peribadatan dan moral Islam. Baru secara perlahan dibangun keyakinannya terhadap Tuhan yang satu yg dalam Islam disebut Allah.

Dogma pengakuan 1 Tuhan ini sering disamarkan karena rasa sungkan kepada agama lain yang mengakui Tuhan lebih dari 1. Atau Tuhan yang memiliki manifestasi dalam wujud lain.

Dalam dogma 1 Tuhan ini diriwayatkan dalam sebuah hadits (perkataan Nabi), bahwa Tuhan memanggil orang terakhir yang akan dimasukkan ke dalam surga. Dimana Tuhan memerintahkan malaikat untuk mengambil orang yang dalam hatinya hanya mengakui 1 Tuhan. Dan ternyata orang ini sedang dibakar di neraka karena tidak melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh agama. Namun akhirnya orang ini masuk surga karena mengakui hanya 1 Tuhan, meskipun sepanjang kehidupannya meninggalkan semua peribadatan dan perintah agama.

Dalam Islam tentang dogma 1 Tuhan. Sesempurnanya perbuatan, akhlak, perilaku, kebaikan, sifat mulia seorang manusia menjadi sia-sia disaat orang tersebut tidak mengakui adanya 1 Tuhan. Semua orang yang tidak mengakui Tuhan, semua orang yang mengakui Tuhan dalam segala manifestasi fisik akan dimasukkan ke dalam neraka yang kekal, semua orang yang mengatakan Tuhan memiliki anak, memiliki istri, memiliki teman, dan apapun yang tingkatannya minimal menyamai tidak akan selamat sampai surga, selama-lamanya tidak ada korting sama sekali. Maaf, inilah ajaran mutlak yang diimani oleh umat Islam. Ajaran ini mutlak dipatuhi buat pengikut Islam, kalau tidak, maka secara otomatis dia akan keluar dari Islam.

Pengakuan dan tidak mengakui dogma tersebut tidak menjadikan seorang Islam memusuhi orang lain. Sama sekali tidak ada hubungannya. Dogma ini berkaitan dengan kehidupan kelak di hari dimana dunia sudah berakhir. Dogma ini adalah ajaran keimanan, yang diyakini oleh hati dan seandainya ditantang untuk ditunjukkan maka orang tersebut tidak akan mampu menunjukkannya saat ini. Iman dan tidak beriman memiliki makna yang jelas, sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara fisik, namun sangat diyakini oleh seseorang. Seyakin orang atheis tidak percaya Tuhan. Jadi harap dimaklumi apabila menemukan orang Islam yang berperilaku menyimpang di dunia ini, atau berlaku anti thesis, karena memang kehidupan dunia ini dianggap tidak terlalu serius. Jangan kaget dengan perilaku teroris yang tidak masuk akal, karena memang tidak pakai akal untuk mencerna hal-hal yang berbau keimanan.

Dengan dogma 1 Tuhan ini bukan berarti seorang Islam dapat berbuat seenaknya. Karena ada sederetan hal-hal yang bersatu dalam keimanan, seperti beriman kepada Nabi, Kitab, Malaikat, Hari Kiamat, dan Takdir. Sikap dan perilaku mulia artinya mengikuti ajaran para Nabi yang tertulis dalam kitab suci. Sehingga orang yang mengikuti dogma 1 Tuhan belum dianggap sempurna keimanannya bila tidak mengikuti aturan yang ditulis dalam kitab suci dan dicontohkan oleh para utusan.

Dogma 1 Tuhan dan Selamat Natal
Sebagian ulama menyatakan bahwa selamat natal terlarang, dimana kaum nasrani menganggap bahwa Jesus adalah manifestasi Tuhan. Sehingga selamat Natal adalah selamat lahir Tuhan, secara tidak langsung hal ini bertentangan dengan dogma 1 tersebut. Tuhan bagi umat Islam tidak pernah dilahirkan, tidak pernah mati, dia abadi kekal, tidak berawal tidak berakhir. Seandainyapun ada yang mengucapkan hanya sekedar formalitas belaka, karena dalam hatinya tidak pernah menganggap Jesus sebagai Tuhan, namun hal ini berbahaya dan lebih baik dihindari karena khawatir bahwa apa yang diucapkan akan merubah status sebagaimana ucapan syahadat, ucapan syahadat menjadikan seorang yang bukan Islam menjadi Islam, sebaliknya ucapan yang menyatakan adanya Tuhan lain otomatis menggugurkan syahadat..wallahualam

Tuesday, October 06, 2009

Bencana: Allah memaksa kita Berserah.

Bencana alam selalu dikaitkan dengan azab. Apakah kita seingkar sebagaimana kaum Aad, kaum Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh. Masih banyak orang yang masih menyebut nama Allah dan meninggikanNya. Mengapa azab itu masih turun. Tulisan ini adalah sebuah alternatif pemikiran terhadap tesis tentang turunnya azab akibat kemaksiatan.

Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya. (An-Nahl:61)


Kemungkinan-kemungkinan turunnya musibah ini adalah:

1. Ujian keimanan. Sangat jelas

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman",
sedang mereka tidak diuji lagi?
(Al-Ankabuut:2)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu,Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(Al-Mulk:1-2)

"Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh
itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh." Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang
ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi
hati".
(Ali Imran 154)


2. Allah mematikan orang-orang beriman agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan.Dalam dunia yang telah dipenuhi oleh banyak kegiatan kesia-siaan, kemaksiatan dan kemungkaran potensi terjerumusnya orang-orang beriman sangatlah besar. Oleh karena itu kematian bagi orang beriman lebih baik. Hikmah ini ada dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidr, dimana Nabi Khidr membunuh seorang anak kecil. Membunuh bagaimanapun terlarang, namun saat kondisi dimana Nabi Musa 'belajar' atas perintah Allah maka pembunuhan tadi 'dibenarkan'. Ada juga hadits yang berbunyi berikut. "Hendaknya kalian jangan berdoa meminta kematian namun berdoalah: Ya Allah seandainya kehidupan ini baik untukku maka hidupkanlah aku dan seandainya kematian lebih baik, matikanlah aku."

Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih
baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).

(Al-Kahfi:81)


3. Allah menurunkan tensi kerakusan dan ketamakan akan dunia. Selain itu kita juga melihat bagaimana
kecintaan kaum muslimin terhadap dunia sudah pada tahap yang menggelisahkan. Kaum muslimin memang
patuh terhadap aturan yang ditetapkan oleh Allah, namun kehidupan mereka terfokus pada dunia, Islam hanya
dilaksanakan sebatas ibadah ritual.
Bagi umat Islam, kematian hendaklah tidak dipandang sebagai akhir
kebahagiaan, karena Allah telah menjanjikan kampung akhirat yang lebih kekal. Dan semestinya inilah tujuan
orang-orang yang beriman kepada Allah dan negeri akhirat.


Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu
memahaminya?
(Al-An'am:32)


Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'laa:17)

Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Al-Anfal:67)

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.
(At-Taubah:24)


4. Allah memaksa orang beriman untuk berserah sesuai dengan nama agama ini, Islam.

Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan
kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami." (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).
"
(Al-A'raaf:126)


5. Allah mengingatkan kembali akan lemahnya akal dan ikhtiar yang dilakukan manusia.
Saat ini banyak orang Islam yang mengandalkan akal dan ikhtiar sebagai pemberian utama dari Allah dan harus dimaksimalkan. Benar! Namun mereka lupa bahwa Allah berbuat sesuai kehendakNya dengan cermat dan sesuai dengan takaran yang telah ditentukanNya.

dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan (An Najm:48)

dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi
Maha Bijaksana.
(Al Anfaal:63)

6. Allah ingin memisahkan orang-orang yang benar2 beriman dan yang kufur.
Dengan musibah yang datang beruntun di wilayah-wilayah kaum muslimin maka orang kafir akan semakin kuat kekafirannya, dan orang yang ragu akan cenderung pada kekufurannya atau yang memilih beriman adalah orang-orang yang kualitasnya memang tinggi.

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (Al Maidah:52)

Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.(Al Ahzab:17)

Thursday, August 20, 2009

Islam tak perlu dibela

Sering kita mendengar kata, kita harus membela Islam...
Benarkah Islam harus dibela? Coba kita renungkan kembali apakah kata ini tidak menunjukkan suatu bentuk kesombongan.
ISLAMLAH YANG SESUNGGUHNYA MEMBELA SETIAP ORANG YANG MENGIKUTINYA !!!!
ISLAMLAH YANG SESUNGGUHNYA MEMBELA MANUSIA DARI PANASNYA API NERAKA !!!
ISLAMLAH YANG SESUNGGUHNYA MEMBELA MANUSIA DARI MURKA ALLAH!!!

Kerancuan ini bersumber dari kata membela tanah air, mempertahankan kedaulatan dan seterusnya. Islam adalah ajaran/karya/jalan keselamatan yang diturunkan oleh Allah melalui Rasul-rasulnya kepada umat manusia seluruhnya. Siapa yang mengambil maka ia selamat, yang meninggalkannya maka ia sesat.

Kerasnya Rasulullah memperjuangkan ajaran Islam karena beliau melihat kerasnya murka Allah terhadap manusia yang tidak mengikutinya. Sehingga beliau memperjuangkan sekuat-kuatnya agar Islam ini diterima oleh seluruh manusia tanpa terkecuali. Bukan untuk Islam itu sendiri, tetapi untuk keselamatan hidup mereka di akhirat kelak.
Demikian kecintaan beliau kepada seluruh umat manusia sehingga beliau sangat sabar dalam berdakwah, tidak serta merta bertangan besi dan membalaskan dendam, karena memang bukan kemenangan fisik tujuannya.
Dan perang yang dijalankan Rasulullah adalah perang untuk melindungi umat Islam yang teraniaya bukan perang melindungi Islam. Islam akan tetap ada meski manusia tidak ada yang memeluknya, Islam akan tetap ada karena ia adalah cahaya dari Sang Pencipta, Islam tidak perlu dibela karena adalah cahaya Sang Penguasa Alam. Siapakah yang mampu mematikannya?

Setiap cacian, hinaan, terhadap Islam, Allah, dan RasulNya tidak perlu dibalas dengan hal yang sama, karena itu bukan teladan Nabi kita. Kita lihat bagaimana kerasnya permusuhan bani israil, namun beliau berbuat proporsional. Banyak hal yang masih bisa kita lakukan daripada sibuk ikut mencaci dan emosi dengan perbuatan orang kafir kepada kita. Lihatlah masa-masa awal dakwah Rasulullah wahai saudaraku. Cacian, siksaan, pembunuhan terhadap kaum muslimin tidak membuat beliau melakukan tindakan-tindakan keji. Mari bacalah masa-masa awal dakwah Islam, jangan sombong dengan mengatakan sudah baca, ayo kita baca lagi sama-sama, kalimat demi kalimat, pemahaman demi pemahaman, bagaimana sebenarnya tujuan dakwah dan apa yang ingin dicapai dalam dakwah tersebut.

Bom Menghancurkan Dakwah Islam

Bom..bom..bom......itu yang terngiang-ngiang ditelinga kaum muslimin di seluruh penjuru negeri yang memiliki jumlah muslim mayoritas ini. Logika tidak habis berpikir bagaimana mungkin seorang Islam yang mengaku memegang teguh Al-Quran dan Sunnah melakukan pembunuhan dan kekejian di negeri mayoritas muslim ini.

benar amerika membom dan menghabisi nyawa ribuan mungkin jutaan kaum muslimin di belahan dunia lain, namun apakah kita yang ada di Indonesia berhak untuk membunuh kaum kafir yang tidak memerangi kita? Dibutuhkan kesabaran dan pikiran jernih untuk melihat masalah ini.

Banyak ulama sepakat bahwa saat ini perjuangan kaum muslimin bersifat lokal, karena kita tidak memiliki pemerintah Islam atau khilafah. Benar kita harus memiliki jiwa ukhuwah terhadap saudara sesama muslim tapi apakah kira-kira kita dibenarkan untuk melakukan pembunuhan dalam kondisi damai? Beberapa kali pejuang palestina mengatakan belum membutuhkan bantuan mujahidin-mujahidin asing untuk bertempur di palestina, mereka masih sanggup berjuang untuk mengatasi sendiri agresi penjajahan israel. Yang mereka butuhkan adalah bantuan materiil dan solidaritas untuk menekan israel secara diplomasi..

Masa ini telah diramal oleh Baginda Rasulullah dimana jumlah kaum muslimin banyak tapi tidak memiliki izzah. Semua tunduk kepada aturan orang kafir. Kondisi ini memang membingungkan, dimana pemerintah membebaskan setiap warganegara untuk memilih keyakinan masing-masing, kaum muslimin juga dibebaskan beribadah sepuas-puasnya yang mereka inginkan. Apakah dalam kondisi ini layak kita perangi? Layak kita tunjukkan eksistensi kaum muslimin? .....belum...peperangan dan bom tidak diperlukan sama sekali untuk menunjukkan eksistensi kita. Dakwah! adalah jawabannya. Perangai santun dan mulia yang akan membawa manusia kepada cahaya Islam !

Dengan bom maka usaha para Da'i menjadi berantakan..para muallaf tambah berada dalam tekananan keluarga yang dasyat, fitnah terhadap Islam semakin tinggi, pemerintah malah membatasi kegiatan agama, orang taat dicurigai....INIKAH YANG DIINGINKAN OLEH ALLAH DAN RASULNYA???????

Wednesday, June 24, 2009

Orang-orang yang Di Dekatkan

Beruntunglah orang-orang yang didekatkan kepada Tuhannya.

(yaitu) mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (Al-Muthaffifin,83:28)

Apakah modalnya?

108. Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)." (Al-Anbiyaa',21:108)

Kepasrahan yang disertai keyakinan

Kepasrahan
Suatu bentuk kesadaran yang tertinggi, yang menempatkan Allah sebagai penyebab, pengatur, penentu. Sekali lagi kepasrahan ini harus dilandasi keyakinan terhadap Allah dan pengaturanNya. Kepasrahan akan mendatangkan petunjuk, karena hawa nafsu tidak bermain. Kepasrahan itu tidak mengatur masa depan. Apa yang dilakukan adalah apa yang diinspirasikan ke dalam pikiran. Kepasrahan bukan secara menyengaja tidak berbuat atau meninggalkan dunia. Kepasrahan berarti menyerahkan sepenuhnya pengaturah hidupnya kepada Allah. Misalnya, Sulaiman menjadi Raja bukan karena usahanya, namun karena kepasrahannya, dan oleh Allah diamanahkan kerajaan yang tidak pernah dimiliki oleh orang sebelum dan sesudahnya. Kepasrahan itu berarti mengistirahatkan hawa nafsu dalam melihat masa depan. Hawa nafsu digunakan hanya pada saat amanah itu sudah diturunkan. Misalnya seorang yang diamanahkan untuk makan, tentu akan dapat menikmati makanan tersebut dengan adanya nafsu akan makanan, demikian pula orang yang diberi amanah menikah, pernikahannya akan bermakna saat dia bisa menyalurkan syahwatnya. Nabi Muhammad menjadi Nabi bukan karena banyak membaca atau berdiskusi tentang agama sebelumnya, namun beliau banyak memasrahkan diri dengan berkhalwat di gua Hira. Dan selama menjadi Nabi beliau memasrahkan dirinya dalam kehidupan sehari-harinya dan dalam sholatnya.


8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Asy-Syams,91:8)

Keyakinan
Keyakinan bahwa Allah Esa, Allah mengatur, Allah menentukan, Allah sudah menetapkan dan menuliskan, yang tercermin dari perilaku dan sikap hidup.

20. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. (Al-Haqqah,69:20)

59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Al-An'am,6:59)

27. Allah meneguhkan (meyakinkan) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.(Ibrahim,14:27)

Jangan beranggapan kepasrahan dan keyakinan saja tanpa amal. Bukan!
Kepasrahan dan keyakinan yang jujur akan menyebabkan seorang manusia akan banyak beramal dan bersujud. Kepasrahaan dan keyakinan yang tidak diikuti amal ibadah yang banyak adalah suatu bentuk kesesatan. Dan sebaliknya amal-ibadah yang tidak didasari oleh kepasrahan dan keyakinan rawan dengan penyelewengan niat (riya'), kebanggaan akan amal, dan merendahkan orang lain,meskipun tidak selalu. Wallahualam

Dalam ilmu filsafat hal ini sekilas mirip dengan teori fatalism. Namun yang membedakan adalah peran Tuhan. Allah sebagai Pencipta tidak terikat ruang dan waktu, hanya makhluknya yang terikat oleh ruang dan waktu. Apakah Allah tahu masa depan dunia? tentu, karena Dia tidak terikat dimensi waktu. Dia dapat melihat awal dan akhir dari ciptaaNya. Kita sebagai makhluk sedang menjalaninya. Apakah kita akan masuk neraka? atau surga? tentu kita tidak tahu, dan mestinya kita orang beriman menjadi khawatir, dan rasa khawatir ini semestinya dilarikan dalam bentuk kepasrahan, dan kepasrahan akan melahirkan kecerahan dalam melangkah, berpikir, dan bertindak, yang tentunya akan menghasilkan amanah yang berbeda. Karena demikianlah Allah menciptakan kita, dengan misi yang berbeda. Sekali lagi kepasrahan akan menghasilkan pencerahan kepada apa yang mesti dan akan dilakukan. Dalam bentuk ide, mood, gagasan, keinginan, atau kebalikannya ketidakmoodan, blankness. Saat ide, mood, gagasan itu muncul itu adalah saatnya kita bergerak dan menjalankannya. Saat tidak mood, blank, buntu, bosen, itu adalah saat berpasrah yang lebih baik diarahkan menjadi bentuk sholat dan zikir. Wallahualam

Tuesday, June 23, 2009

Tersesat Dalam Ketinggian Ilmu


Keistimewaan pencari ilmu


11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujaadillah:11)


Pencari Ilmu yang tersesat

39.dan (juga) Karun, Fir'aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu). (Al-Ankabuut:39)

Haman seorang insinyur, tangan kanan Firaun, yang diberi ilmu yang tinggi namun tersesat.

80. Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al Hijr telah mendustakan rasul-rasul,
81. dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling daripadanya,
82. dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman.
83. Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur di waktu pagi
(Al-Hijr:80-83)

Kisah kaum Tsamud ini menunjukkan kehebatan mereka dalam membuat bangunan, dengan memahat gunung, namun kaum ini ingkar terhadap Allah, dan kaum ini dibinasakan oleh Allah dengan suara keras.



Ciri-ciri orang yang tersesat dalam ilmu:

1. Merasa selamat dengan ketinggian ilmunya, banyak umat terdahulu yang merasa selamat dengan kitab yang berada di tangan mereka, namun sesungguhnya tersesat.

23. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). (Ali Imran:23)

2. Sibuk mencari mencela kesalahan orang lain dengan ilmunya, bukan untuk mencari keridhoan Allah, tetapi karena merasa diri paling benar dan paling mulia, dan menganggap orang lain yang tersesat. Semestinya apabila melihat kesalahan atau kesesatan, tugas kita hanya memberitahu.

3. Hanya membenarkan perkataan orang tertentu yang dianggap maksum dan berilmu. Dan menolak pendapat orang-orang diluarnya; meskipun menggunakan dalil Quran dan sunnah. aneh apabila seseorang menganggap mengkultuskan orang adalah syirik, namun dalam merujuk pendapat hanya membenarkan orang-orang tertentu saja. Perlu diingat, bahwa kita sudah terlalu jauh dipisahkan oleh waktu dengan Nabi kita SAW. Tidak ada yang berhak mengklaim yang paling benar dari penafsiran, apalagi melemahkan pendapat ulama terdahulu yang lebih dekat jaraknya dari Nabi SAW.


Sikap yang benar sebagai pencari ilmu:

1. Tawadhu, rendah hati, tunduk, tunduk, tunduk, semakin tinggi pengetahuannya maka semakin nampak kebesaran Tuhannya.

2. Tidak banyak bicara dan tidak merasa benar. Rasulullah yang diberi Risallah oleh Allah sebagai contohnya. Menyeru dengan hikmah, dan tidak mencela dengan mengumbar kata kafir kepada kaum kafir, tetap memanggil dengan nama mereka. Bahkan kepada kaum munafik yang jelas-jelas beliau tahupun, tidak bersikap kasar dan keras, baik dengan kata-kata apalagi menghukum mereka. Ketinggian ilmu Rasulullah dalam banyak hal membuat beliau banyak menangis, sedikit tertawa, sedikit makan, banyak memohon ampun.
..maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An Najm:32)


3. Menyampaikan sesuatu dengan hikmah, proposional dan terfokus kepada inti permasalahan. Dan hasil diserahkan kembali kepada Allah semata, karena yang mengetahui kafir, sesat, takwanya seseorang hanyalah Allah. Kafir, bid'ah, sesat, yang berhak menilainya adalah Allah. Jadi hati-hati menyampaikan kebenaran, meski itu kepada orang kafir, atau kaum yang nyata sesat, apalagi yang kita seru adalah saudara sesama Islam dan memiliki dalil yang shahih.


40. Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. (ArRa'd:40)


Ingatlah wahai saudara, bahwa Rasulullah masih menyolati Abdullah bin Ubay, hingga turun larangan untuk menyolatinya. Hari ini kita tidak bisa semena-mena dalam menilai hati orang, tidak bisa mengklaim paling benar apalagi terhadap saudara lain kelompok yang memiliki perbedaan penafsiran tentang suatu masalah. Apalagi saudara kita tadi juga memiliki dalil Quran dan Sunnah.

4. Mencari ilmu yang membuat ia semakin tunduk dan dekat kepada Allah saja. Ilmu-ilmu yang membuatnya lalai, ingin dipuji, mencari nafkah saja, tentu tidak menjadi prioritas untuk dikejar. Sebaliknya ilmu agama yang digunakan hanya untuk mencari posisi atau menambah penghasilan bukannya sarana mendekatkan diri kepada Allah malah membuat ilmu tersebut menghancurkan dirinya kepada riya'. naudzubillah.Wallahualam

Wednesday, May 06, 2009

Tersesat dalam Ibadah

Yang saya maksudkan disini adalah banyak orang yang beribadah namun malah tidak mendapatkan yang dia tuju, namun sebaliknya mendapatkan kesesatan. Siapakah dia? Yaitu orang-orang yang menjadikan ibadahnya bukan untuk menuju kepada Tuhannya namun terfokus kepada :
1. Aspek teknis ibadah itu sendiri.
2. Kebanggaan atas ibadah yang dilakukan
3. Kesempurnaan diri.

Iblis adalah makhluk pertama yang bangga akan ritual yang ia lakukan selama puluhan ribu tahun sebelum Adam diciptakan. Peribadatannya selama itu hapus saat ia ingkar mengikuti perintah Tuhan untuk bersujud sebagai bentuk penghormatan kepada Adam. Keunggulan ras atas Adam menyebabkan ia terkutuk.

Cerita lain adalah tentang seorang rahib bernama Barsisha, ia tergoda untuk berzina, membunuh 2 kali dan mencari keselamatan atas nama iblis.

Tidak sedikit ahli agama yang dikenal masyarakat terjebak dalam hal ini, tiba-tiba mereka ditemukan melakukan perbuatan maksiat dan hal-hal keji yang tidak bisa dimengerti oleh banyak orang. Seperti diketahui bahwa agama buat sebagian masyarakat Indonesia adalah doktrin, namun semestinya ia harus berubah menjadi suatu bentuk kesadaran spiritual bagi manusia. Tidak sedikit orang belajar agama untuk mencari uang, padahal hakikat agama adalah perjalanan mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Tidak sedikit pula yang stress akibat agama. Ini dikarenakan agama sebagai alat menuju Tuhan berubah menjadi tujuan. Artinya apa? Agama yang memuat ajaran, aturan peribadatan telah menjadi tujuan bagi pelakunya, dan bukan lagi Tuhan sebagai tujuannya. Sebuah cerita menarik dari seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, saat itu ada mahasiswa dari negara lain yang mencoba bunuh diri, dan yang menhebohkan adalah mahasiswa tersebut adalah seorang penghafal Al Quran, seorang mufti mencoba mencari tahu apa yang menyebabkan mahasiswa tersebut ingin bunuh diri padahal Al Quran sudah ada dalam dirinya. Si Mufti bertanya,"Untuk apa kamu menghafal Quran?"
"Untuk lulus ujian."
"Itu masalahnya." Menghafal Quran, bukan lagi bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah semata-mata demi lulus ujian. Betapa sayangnya, karunia luar biasa berupa hafalan Quran menjadi sia-sia karena tujuan yang menyimpang. Mahasiswa Indonesia tadi bertutur, pada akhirnya si penghafal itu gila. Naudzubillahmindzalik.

Hikmah dari cerita di atas adalah ibadah yang seakan-akan dilakukan dengan penuh ketaatan menjadi semacam bumerang yang menghantam saat ia dilakukan bukan didasarkan rasa rendah, bertunduk, dan ditujukan semata-mata karena pengakuan sebagai hamba yang hina dina dimata Tuhan. Lebih karena sekedar transaksi jual beli untuk ditukar dengan pahala, yang selanjutnya membuat ia disesatkan karena akhirnya ibadah itu hanya untuk dibanggakan di depan orang lain, atau alasan-alasan duniawi lain dan yang lebih parah adalah beranggapan dengan itulah mereka selamat. Padahal ibadah merupakan refleksi, cerminan, hasil dari rasa keimanan yang terpupuk di dalam hati. Saat kecil mungkin benar bahwa ibadah ditukar dengan surga atau untuk menghindar dari neraka. Namun saat dewasa dan kita telah berpikir, bahwa ibadah sebenarnya sarana..ingat..sarana untuk menuju kepada Allah.

Salah satu cerita yang merupakan antithesis dari hal di atas adalah salah satu cerita dalam hadits tentang pembunuh yang ingin bertobat. Diriwayatkan seorang pembunuh ingin bertobat, saat ia ditunjuki untuk menemui seorang alim ia meninggal di perjalanan. Malaikat penjaga neraka dan surga berebut dan akhirnya minta keputusan Allah untuk itu, dan akhirnya malaikat surgalah yang berhak mendapatkannya. Apakah orang itu telah bertobat? apakah orang itu telah beribadah? Belum, namun kita perhatikan bahwa ia berjalan dengan kehinaan, kerendahdirian, dan baru akan menuju ampunan dalam hati, namun itu sudah membuat Allah rido.

Jadi pesan dari tulisan ini adalah:

1. Janganlah bangga akan amal atau ibadah yang pernah kita lakukan, ibadah bukan untuk dibanggakan, ia adalah wujud dari rasa keimanan kita, wujud dari rasa ketundukan kita, wujud dari rasa rindu kita, wujud dari rasa cinta kita kepada Allah, dan wujud dari kesadaran sebagai hamba/budak yang harus terus taat kepada Allah. Ciri dari bangga akan amal ibadah adalah: sibuk mencela cara beribadah seseorang, sibuk membanggakan kelompok sebagai yang paling benar.

2. Janganlah terlalu stress dengan ibadah yang terlewat (bukan berarti kita boleh seenaknya meninggalkan) karena dari sekian banyak bentuk peribadatan niscaya banyak yang meleset dari kita, ..istighfarlah jawabannya, permohonan ampun adalah bentuk ibadah yang disukai oleh Allah, sampai-sampai Nabi yang telah diampuni oleh Allah melakukannya minimal 100 kali dalam sehari.

3. Buat orang yang bergeliman dalam dosa, mestinya malah memiliki modal untuk bertobat dan memohon ampunan kepada Allah sebagai kisah pembunuh di atas. Wallahualam, semoga Allah menerangi jalan orang yang merendahkan diri dan memohon ampun kepada Allah. Amin

Friday, February 06, 2009

Tokok Sufi (2): Ibn Athaillah al-Sakandari

Ibn ‘Athâillâh al-Sakandarî
May 1st, 2007 by classic dikutip dari http://islam-klasik.serambi.co.id/?p=14

Nama lengkapnya adalah Syekh Abû al-Fadhl Tâj al-Dîn Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Abd al-Karîm ibn ‘Abd al-Rahmân ibn ‘Abd Allâh ibn Ahmad ibn ‘خsâ ibn al-Husain ‘Athâ’ Allâh al-Jizâmî—moga Allah meridainya.

Ia lahir di Iskandariah (Mesir) sehingga dijuluki al-Iskandarî—tapi juga populer dengan al-Sakandarî. Dalam fikih, ia menganut dan menguasai mazhab Mâlikî kendati beberapa pakar tarikh mengklaimnya sebagai penganut mazhab Syâfi‘î. Sedangkan dalam tasawuf, ia terkenal sebagai pengikut sekaligus tokoh tarekat al-Syâdzilî.

Ulama kelahiran tahun 648 H/1250 M ini hidup semasa dengan Ibn Taimîyah dan termasuk seorang alim yang berbeda pandangan dengan Ibn Taimîyah ketika melontarkan kritik-kritiknya terhadap banyak pemikiran dan praktik tasawuf—termasuk pandangan tasawuf Ibn al-‘Arabî.

Semenjak kecil dan secara bertahap, ia menuntut ilmu dari para syekhnya. Syekh yang paling banyak ia timba ilmunya adalah Abû al-‘Abbâs Ahmad ibn ‘Alî al-Anshârî al-Mursî (w. 686 H), murid dari Abû al-Hasan al-Syâdzilî—pendiri tarekat al-Syâdzilî. Kepuasannya pada tarekat ini dan syekhnya tersebut mendorongnya untuk mengarang Lathâ’if al-Minan fî Manâqib al-Syaikh Abû al-‘Abbâs wa Syaikhihi Abû al-Hasan.

Ia terbilang ulama yang produktif. Menurut catatan, tak kurang dari 20 karya ia karang—di bidang tasawuf, hadis, akidah, tafsir, nahwu dan usul fikih. Selain Lathâ’if al-Minan dan dua kitab yang diterjemahkan menjadi buku ini (Bahjat al-Nufûs—berjudul asli Tâj al-‘Arûs—dan Miftâh al-Falâh), ia juga menulis al-Hikam—yang disebut-sebut sebagai magnum opus-nya dan beberapa kali di-syarh), Al-Tanwîr fî Isqâth al-Tadbîr, ‘Unwân al-Taufîq fî آdâb al-Tharîq dan Al-Qaul al-Mujarrad fî al-Ism al-Mufrad—yang memberi tanggapan terhadap Ibn Taimîyah seputar persoalan kalimat tauhid.

Ibn ‘Athâ’ Allâh dikenal selaku sosok yang dikagumi dan bersih. Ia tampil menjadi panutan bagi mereka yang telah berkenan meniti jalan menuju Tuhan. Ia menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, imam bagi para juru nasihat, dan tokoh istimewa pada zamannya. Bakat kearifannya telah membuat Abû al-‘Abbâs berkata, “Demi Allah, anak muda ini takkan mati sampai ia menjadi seorang dai yang menyeru ke jalan Allah.”

Ibn ‘Athâ’ Allâh wafat pada 16 Jumâdâ al-آkhirah 709 H atau bertepatan dengan 21 November 1309 M saat masih mengabdi pada Madrasah al-Manshûrîyah. Jenazahnya disemayamkan di Qarâfah, Iskandariah

Thursday, January 22, 2009

Tokoh Sufi (1) Syekh Muzaffer Ozak al Jerrahi

(Dikutip dari : Dekap Aku dalam Kasih SayangMu: Jalan Cinta Pendamba Rida Allah, penerbit: Serambi)


AKU LAHIR dari rahim ibuku, Hajja Aysya Ozak, ke dunia ini pada 1916 M/1332 H. Ibu melahirkanku di rumah kami dekat tekke (tempat para sufi berkum­pul) Darwis Jerrahi di Karagumruk, Istambul, Turki. Ayahku, Hajji Mehmed Efendi dari Konya, ada­lah seorang ulama dan ustaz di istana Sultan Abdul Hamid. Ayahku menjadi ulama pertama dalam ke­luarganya, yakni sebuah keluarga tentara. Dua orang pamanku merupakan para pembawa panji-panji pasukan Ghazi Osman Pasya, seorang pahlawan dari Plevna. Salah seorang pamanku itu berhasil meraih pangkat jenderal berkat keberaniannya mempertahan­kan panji yang digenggamnya dari renggutan pasukan musuh. Sayangnya, dia kelak terluka dalam sebuah pertempuran dan kemudian ditawan oleh tentara Rusia. Akan tetapi, setelah dibebaskan, dia kembali aktif sebagai jenderal di angkatan darat Kekhalifahan Usmaniyah sampai wafatnya. Pamanku yang satunya, Bekir, gugur dalam sebuah pertempuran di Plevna dan dikebumikan di taman makam pahlawan. Keluarga ayahku mempunyai silsilah yang pan­jang, dan bercabang dua: ]ebejioghullari dan Basya­ghaoghullari. Menyempal dari tradisi militer keluar­ganya, ayahku sekolah di medrese (sekolah Islam) Kursyunlu di Suleymaniye, Istambul. Lalu, beliau me­lanjutkan sekolah di Plevna, yang waktu itu masih merupakan bagian dari Kekhalifahan Usmaniyah. Di sanalah beliau kemudian menikah dengan ibuku, Aysya Hanum. Ibuku merupakan cucu Seyyid Hussein Efendi, Syekh Halveti di Kota Yanbolu. Ayahnya bernama Ibrahim Agha, seorang tentara berpangkat kapten dari distrik Eregli di tepi Laut Hitam, yang pernah kuliah di sebuah akademi kelautan semasa kekuasaan Sultan Mahmud Sang Adil. Akibat jatuh sakit selama berkelana ke Bulgaria, kakekku Ibrahim Agha ber­obat ke tekke Yanbolu. Di sinilah kakekku bertemu dengan Syekh Hussein Efendi, dan selanjutnya ber­gabung dengan tekke ini setelah menikahi putrinya. Seyyid Hussein Efendi masih memiliki hubungan ke­kerabatan dengan gubernur Yanbolu. Manakala provinsi-provinsi Balkan lepas dari ke­kuasaan Usmaniyah pada 1878 M/1293 H, anggota­anggota keluargaku yang masih selamat bermigrasi ke Istanbul, tempat ayahku bekerja di istana kesultanan. Para leluhur ayahku termasuk Klan Kizil­kecheli dari Suku Kayi Turk, sedangkan keluarga ibu­ku, adalah para seyyid yang merupakan keturunan 'Ali, saudara sepupu dan menantu Nabi Muhammad saw.

Ayahku, Mehmed Efendi, meninggal secara tragis ketika aku baru berumur enam bulan. Kakakku, Murad Reis, lolos dari maut selama berlangsungnya perang pada 1914-1918, yang merenggut nyawa banyak saudaraku. Namun, Murad Reis kemudian dibunuh oleh tentara pendudukan pada hari Jumat di Istanbul sehingga aku tak mempunyai sanak-sau­dara selain ibuku, kakak perempuanku, dan dua sau­dara sepupu, yaitu dua gadis cilik yatim piatu akibat kedua orangtua mereka meninggal sebagai korban perang. Kami hidup melarat dan merana.

Pada saat itu, sewaktu berumur enam atau tujuh tahun, aku diasuh oleh ternan sekolah ayahku, Seyyid Syekh Abdurrahman Samiyyi Saruhani yang bergiat di Tarekat-tarekat Kadiriyyah, Naqsyabandiyyah, Usyakiyyah, dan Halveti sampai aku berusia dua belas tahun. Selama masa itu, aku berhasil menamatkan sekolah dasar hingga duduk di kelas dua sekolah menengah pertama ketika Allah memanggil Syekh yang kucintai dan menyayangiku ini sebagaimana ayahku sendiri ke haribaan-Nya. Kala itu, aku se­dang belajar Alquran dan telah menghafal banyak surah. Aku rampung belajar menghafal Alquran di bawah bimbingan imam Masjid Fatih, Mehmed Rasim Efendi. Selama delapan tahun berikutnya, aku belajar hadis dan hukum Islam kepada Arnavut Husrev Efendi. Kemiskinan memaksaku untuk bekerja pada siang hari, tetapi pada malam hari aku belajar di bawah arahan Gumuljineli Mustafa Efendi, yang di­juluki "Perpustakaan Berjalan".

Selama itu pula, aku menjadi muazin mula-mula di Masjid Ali Yaziji dan kemudian di Masjid Soghan Agha. Dari sana, aku pindah ke Masjid Kefeli di Karagumruk, tempat aku diajari hal-ihwal penjualan buku oleh imamnya, Syakir Efendi. Lalu, aku di­tunjuk sebagai muazin di Masjid Agung Beyazit, yang di sampingnya terdapat sebuah pasar buku. Semasa mengabdi di Masjid Agung Beyazit inilah aku berjumpa dengan imam Kota Bakirkoy, yaitu Hafiz Ismail Hakki Efendi, yang mengagumi suara dan lagu azanku. Beliau adalah murid Eyuplu Hafiz Ahmed dan putra seorang pemusik ternama Zekai Efendi dari Tarekat Mevlevi. Lantas, beliau mengajariku lagu­lagu pujian clan ode-ode keagamaan yang disebut ilahi, kaside, durak, mevlud, dan mersiye. Guruku ini sangat menyukaiku sehingga beliau menjodohkanku dengan saudara perempuan dekatnya, Gulsum Hanum, se­orang kepala sekolah. Maka, jadilah aku bagian dari keluarga beliau. Selanjutnya, aku tinggal di rumah istriku, de kat Masjid Suleymaniye yang dibangun oleh seorang arsitek terkenal, Sinan. Kemudian, aku di­angkat sebagai imam Masjid Veznejiler, dan selama dua puluh tiga tahun diminta menjadi imam tamu di Masjid Agung Suleymaniye pada bulan Ramadhan. Saat masjidku ini ambruk, aku diangkat jadi imam masjid di sebuah pasar.

Lantaran masjid ini tak memiliki mimbar dan, makanya, tak digunakan untuk salat Jumat, masya­rakat sekitar bergotong-royong merenovasi sebuah masjid lain yang hampir runtuh dan, atas desakan mereka, aku mulai mengimami salat Jumat saban minggu di sana. Masjid yang telah direnovasi ini dikenal sebagai Masjid Jamili Han. Meskipun se­karang telah lengser dari jabatan imam tetap, aku masih memimpin salat Jumat di sana dan memberi­kan ceramah-ceramah dalam kapasitasku sebagai imam tamu. Kini, aku mempunyai sebuah toko buku besar, yang dikunjungi orang-orang dari seluruh penjuru dunia. Aku dapat mempelajari manuskrip-manuskrip kuno untuk mendulang pengetahuan, sebab sebelum mengikuti dinas militer aku telah belajar kaligrafi dan seni dekorasi dari para kaligraf besar di Akademi Seni Murni, seperti Hajji Kamil, Hajji Nureddin, dan Turakesy Ismail Hakki Bey, dan aku telah beroleh pengalaman berjualan buku selama empat puluh dua tahun.

Perkawinan pertamaku bertahan selama dua puluh tahun, tetapi kami tak dikaruniai keturunan. Aku menikah lagi sesudah istri pertamaku Gulsum Hanum meninggal, dan sekarang aku mempunyai seorang putri dan seorang putra. Aku telah menunaikan ibadah haji ke Makkah dan Madinah sebanyak sebelas kali. Aku pernah enam kali pergi ke Irak, delapan kali ke Suriah dan Pales­tina, tiga kali ke Mesir. Di negara-negara tersebut, aku mengenal ban yak sufi dan syekh. Aku juga per­nah berjumpa dengan para syekh dan ulama di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki, bersahabat dengan mereka, dan mempelajari pandangan-pandangan dan ajaran-ajaran mereka. Akan tetapi, dari seluruh pribadi mulia yang per­nah kujumpai itu, aku mendapatkan paling banyak pelajaran adiluhung dari orang yang menjadi peno­long dan syekh pertamaku selama masa-masa yang pedih-perih. Dialah Syekh Samiyyi Saruhani Usysya­kiyul-Halveti. Sosok suci ini menulis lebih dari dua puluh kitab tentang hukum Islam dan tasawuf, dalam bahasa Turki dan Arab. Seluruh karyanya telah diter­bitkan. Aku juga mengetahui banyak karya beliau tentang ilmu kimia, alkemi!, pengobatan herbal, dan bidang-bidang lainnya, yang hancur akibat sebuah kebakaran yang juga memusnahkan banyak tempat di Kota Istanbul. Senyatanya, beliau sendiri juga me­musnahkan sebagian bukunya tentang ilmu kimia dan alkemi karena merasa ragu apakah buku-buku terse but kelak akan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang baik atau malah sebaliknya. Pribadi yang meng­agumkan ini, yang bersamanya aku menghabiskan banyak masa mudaku, disukai dan dihormati semua orang lantaran wataknya yang luhur, lelucon-Ielucon­nya yang apik, kemurahan, keteguhan, keramahan, dan kerendahan hatinya.

Sosok mulia berikutnya yang membimbingku se­masa aku masih belia adalah syekh Halveti lainnya dari cabang Syabaniya, yaitu Seyyid Syekh Ahmed Tahir ul-Marasyi. Spesialisasinya adalah Syekh Ibn al-'Arabi. Darinya, aku belajar al-Futuhat al ­Makkiyyah dan Fushush al-Hikam. Aku belajar tafsir Alquran dengan bimbingan Nevsyehirli Hajji Hayrul­lah dan Atif Hoja. Aku mengikuti ajaran-ajaran Hajji Abdul Hakim Arvasi dan Syekh Syefik Efendi. Dengan bekal kearifan yang kuterima dari tokoh-tokoh yang berilmu tinggi ini, aku kemudian berdakwah dan meng­ajar umat selama tiga puluh tahun di empat puluh dua masjid di Istanbul, termasuk banyak sekali je­maah di masjid-masjid besar Sultan Ahmed (Masjid Biru), Yeni Jami, Nuruosmaniye, Beyazit, Laleli, Valide Sultan, Fatih, Eyub, Kojamustafa Pasya, dan Suley­mamye.

Selagi muda ketika belajar tafsir Alquran di Masjid Aya Sofya di Istanbul, aku mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Beliau sedang menunggang unta, yang dituntun oleh 'AI. ra., sambil di tangan se­belahnya menggenggam pedang bermata dua kesayang­annya yang terkenal, Dzu al-Fiqar. Menghampiriku, Nabi bertanya apakah aku beriman dan apakah aku muslim. Ketika aku mengiyakannya, beliau bertanya kembali apakah aku akan memberikan kepalaku untuk Islam. Aku mengiyakannya lagi. Lantas, Nabi meminta Imam 'All untuk memenggal kepalaku atas nama Islam. Imam 'Ali menyuruhku mengulurkan leher, kemudian memenggalnya dengan sekuat tenaga hingga kepalaku terputus dari tubuhku. Lantas, aku terbangun ketakutan.

Saat bertemu dengan guru tafsirku, aku menutur­kan mimpiku ini dan aku juga menceritakan siapa ayahku. Aku tahu beliau adalah ternan karib almar­hum ayahku, tetapi sebelumnya aku tak pernah menga­takannya. Beliau menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Ah, ternyata kamu putra sahabat karibku selama pembuangan." Ayah dan guruku ini termasuk di antara tujuh ratus syekh dan teolog yang dibuang ke Pantai Sinop di Laut Hitam oleh kaum revolusio­ner Gerakan Persatuan dan Kemajuan karena mereka berdua mendukung sultan. Pembuangan terhadap para pemuka agama ini terus berlanjut sampai Perang Dunia I meletus pada 1914. Guruku kemudian menakwil mimpiku itu dan mengatakan bahwa aku akan mengikuti jalan sufi 'Ali dan menjadi syekh di sebuah tarekat.

Bertahun-tahun setelah mimpi tersebut, ketika aku membuka sebuah toko buku-buku langka dekat Masjid Beyazit dan menjadi imam dan dai yang di­kenaI banyak orang, aku bermimpi lagi. Aku merasa berada di tengah-tengah Bosphorus antara Istana Topkapi dan Uskudar, dalam sebuah perahu kecil yang layarnya robek dan tiangnya patah. Badai meng­amuk dengan dahsyat. Sese orang memberiku selem­bar kertas dan memintaku memoacanya agar aku selamat dari malapetaka ini. Manakala bangun pad a keesokan paginya dan pergi ke toko bukuku, aku benar-benar melihat orang yang memberiku kertas dalam mimpiku serna lam sedang melintas di depan tokoku. Namun, aku tak berani menyapanya. Bebe­rapa hari berikutnya, aku bermimpi bertemu dengan­nya lagi. Dia berjalan di seberang jalan dan memberi isyarat dengan tongkatnya kepadaku. Esok harinya, sungguh ajaib, aku melihatnya lagi melintas di depan tokoku. Aku merasa mimpi-mimpiku ini mempunyai makna spiritual, tetapi aku belum mengerti. Tak lama kemudian, aku melihat orang yang sarna dalam mimpi­ku lagi; dia memelukku sedemikian kuat sehingga tulang-tulangku terasa rem uk. Lalu, dia melepaskan­ku, mengenakan mahkota kebesaran Tarekat Halveti, dan menyematkan serban di kepalaku. Serb an ini terasa be rat sekali, solah-olah tujuh langit ambruk menimpa kepalaku.

Segera setelah tiba di tokoku pada pagi harinya, aku melihat orang itu berjalan dengan tongkatnya. Aku berkata pada diri sendiri: "Ini pasti mengan­dung suatu misteri dan pes an spiritual. Aku tidak akan memanggil orang itu. Biarlah dia mendatangiku dengan sendirinya." Dia berjalan mendekat, dan pandangan mataku mengikutinya. Lalu, dia berhenti di depan tokoku, kepalanya melongok lewat pintu, dan dia berkata, "Kamu ini keras kepala. Tiga kali kamu melihatku. Kapan kamu akan mulai beriman?" "Saat ini juga," kataku seraya menyalami dan mencium tangannya. Orang kudus ini adalah Seyyid Syekh Ahmed Tahir ul-Marasyi, syekh Tarekat Halveti­Syabani. Alkisah, aku menjadi darwisnya, dan beliau datang ke tokoku setiap hari. Kadang beliau ber­bicara, tetapi kadang diam membisu, begitulah cara beliau mengajarku. Aktivitas ini berlangsung selama tujuh tahun. Selama itu, aku bertemu dengan seorang ternan guruku, Evranoszade Sami Bey, yang berasal dari tare­kat yang sarna. Beliaulah yang mewisudaku dengan memakaikan jubah darwis di pundakku. Pada upa­cara itu, aku merasa baru memiliki sedikit penge­tahuan sehingga aku keberatan untuk memakai jubah. "Ya Guru, alangkah lancangnya diriku sehingga orang seperti Anda memakaikan jubah untukku?" Aku di­beri tahu bahwa meskipun jiwaku belum mampu menangkap makna-makna yang halus, mereka tetap menyuruhku mengenakan jubah darwis.

Sami Bey wafat pada suatu Laylah al-Qadr. Tiga tahun kemudian, Guruku Tahir Efendi jatuh dan ping­gulnya retak ketika dia keluar dari tokoku. Saat aku coba memapahnya, beliau berkata, "Mereka telah berusaha membinasakanku, dan sekarang mereka ber­hasil." Beliau wafat tiga bulan berikutnya. Ketika aku membesuknya sebelum beliau meninggal, beliau memperlihatkan kepadaku mahkota orang kudus Ibrahim Kusyadali dan kemudian berujar, "Jika aku dipanggil Allah, kuminta Mustafa Efendi merawat mahkota ini." Mustafa Efendi adalah salah satu kha­lifahnya. Lalu, suatu hari guruku memanggilku dan menyampaikan keinginanan terakhirnya. Beliau wafat sehari berikutnya, yaitu hari Sabtu, ·dan kami menge­bumikannya di makam Masjid Fatih di samping ma­kam Syekh Turbedar Efendi, yang dulu merupakan syekh beliau. Pada malam itu, sesudah memasrahkan diri ke­pada Allah apakah aku harus menjadi darwis Mustafa Efendi, aku bermimpi bahwa dia menertawakanku terkekeh-kekeh. Aku tak tahu makna mimpi ini se­hingga aku kembali memasrahkan semuanya kepada­Nya. Pada malam berikutnya, aku bermimpi bahwa beliau meneriakiku dengan nada marah dan menye­butku sebagai "orang yang lembek". Orang lembek sepertiku tak dapat menjadi darwisnya. Maka, kala itu aku hidup sendiri tanpa seorang syekh, seraya menunggu ilham dari Allah. Pada masa-masa itu, aku mendatangi tekke Qadiriyyah di Beyoglu dan juga tekke Rifaiyyah di Kasim Pasya. Tekke Halveti sudah ludes terbakar. Hanya dua tekke itulah yang kini tersisa sebagai pusat majelis zikir.

Waktu itu, Gavsi Efendi, syekh Tarekat Qadiriyyah, coba membujukku untuk menjadi khalifahnya me­lalui para utusannya semisal Ismail Efendi, syekh Tarekat Bedevi; Jevat Efendi, syekh Tarekat Sadi; dan Kolonel Salahettin Efendi, syekh Tarekat Sunbuli. Aku mengatakan kepada mereka bahwa walaupun syekhku telah meninggal, aku masih menjadi anggota Halveti. Oleh sebab itu, aku tak bisa mengambil keputusan sendiri, tetapi harus menyerahkan keputusan ini ke­pad a Allah dan menunggu ilham-Nya. Jika Allah meng­izinkanku, aku tak perlu menjadi khalifah Syekh Gavsi Efendi, tetapi akan dengan segenap ungkapan terima kasih menjadi darwisnya yang sederhana. Akan tetapi, Syekh Gavsi Efendi terus mendesak­ku, dan akhirnya memaksaku agar datang ke dergah­nya (tempat para sufi berkumpul), tanpa aku sempat bercukur, pada Jumat besok, yang merupakan hari suci Ragha'ib, yakni Jumat pertama bulan Rajab.

Malam itu, aku berdoa dan memasrahkan ma­salahku ini kepada Allah, serta bermimpi bahwa aku sedang berzikir di tekke Halveti-Jerrahi di Karagumruk, tanpa serban, tanpa alas kaki, dan setengah te1an­jang, sementara Syekh Seyyid Fahri Efendi duduk di dekat jende1a dengan pakaian biasa dan berkopiah putih. Beliau melantunkan puji-pujian gubahan Syekh Galip: "Wejanganmu dibacakan di mimbar keabadi­an; putusan untukmu diberikan di pengadilan hari kiamat; syair pujian kepadamu mengalun di bumi dan di surga. Engkaulah Ahmad, Mahmud, Muhammad­ku terkasih." Aku terbangun, dan kini semuanya telah jelas: aku akan menjadi darwis Halveti-Jerrahi. Namun, bagaimana cara menemui Syekh Fahri Efendi? Sejauh pengetahuanku, tekke-nya telah tutup. Aku hanya mengenalnya sebentar ketika dulu belajar hadis dari Mustafa Efendi, Sang "Perpustakaan Berjalan". Dia­lah yang membawaku kepada Syekh Fahri Efendi dan mengeluh kepadanya bahwa aku sekarang men­jadi kelewat rijid dan dogmatik, kemudian menyuruh­ku mencium tangannya serta memohon kepadanya supaya mendoakanku. Akan tetapi, itu terjadi sekian tahun silam. Mungkin aku pernah bertemu dengan­nya beberapa kali pada bulan Ramadhan ketika kami diundang untuk berbuka puasa di rumahnya. Aku masih kecil waktu itu. Lalu, aku menjadi dai yang lumayan dikenal, dan mempunyai banyak pengikut. Tatkala tekke-tekke ditutup secara resmi, para sufi­nya mengadakan pertemuan-pertemuan secara ter­sembunyi. Aku kala itu bahkan tak tahu apakah Syekh Fahri Efendi masih mengajar dan memiliki pengikut. Tetapi, aku berketetapan untuk datang ke rumahnya pada larut malam satu hari setelah aku berdoa dan bermimpi. Aku meyakinkan diri bahwa para syekh adalah orang-orang yang sangat ramah dan beliau takkan menolak membukakan pintu rumahnya untukku.

Pintu rumahnya dibuka oleh seorang darwis muda, lalu aku memperkenalkan diri dan meminta izin untuk bertemu Syekh Fahri Efendi. Aku dipersilakan masuk ke sebuah ruang kecil yang di dalamnya aku melihat beliau sedang bersama tiga orang lainnya. Beliau berdiri menyambutku sebagai wujud sikap penghargaannya kepada tamu, dan menyilakanku duduk. Aku sudah siap untuk menanggalkan kebiasaanku merokok, te­tapi beliau malah menawariku sebatang rokok dan berkata sembari tersenyum, "Jangan malu. Ayolah merokok dan juga minum kopi. Kopi tanpa rokok ibarat tidur tanpa selimut pada musim dingin." Beliau menambahkan, "Di sini, lebih baik kita saling meng­asihi daripada menghormati." Beliau menanyakan maksud kedatanganku, kemudian aku mengungkap­kan apa yang sedang terjadi antara diriku dan Syekh Kadiri Gavsi Efendi, dan menceritakan jawaban yang kuperoleh setelah berdoa dan bermimpi. Aku pun men­ceritakan siapa diriku, tempat kelahiranku, dan siapa ayahku. Beliau tertawa, kemudian berucap, "Siapa yang tak kenaI dai kondang khusus Muslimah?" Andai dapat menemukan sejumlah lelaki, aku juga akan menyampaikan dakwah kepada mereka," aku menimpalinya.

Dalam Islam, tentu saja tak ada perbedaan pen­ting antara lelaki dan perempuan. Aku senyatanya berdakwah kepada kaum Muslim dan Muslimah, te­tapi aku mengerti maksud perkataan beliau: Lelaki tak pernah berhalangan untuk mengingat dan menyeru asma Allah setiap saat. Lantas, beliau berkata, "Mim­pimu memang menunjuk pada kami, tetapi perkenan­kan aku berdoa dulu kepada Allah dan menunggu jawaban-Nya." Beliau memintaku datang lagi pada hari Senin. Aku pun pulang.Pada hari Senin, Sefer Efendi, seorang darwis muda dan kini menjadi khalifahku, membawa se­pucuk surat dari Syekh Fahri Efendi untukku yang mengabarkan bahwa aku tak jadi diminta datang hari Senin, tetapi hari Jumat. Pada hari Jumat, se­telah menerima jawaban positif dari Allah Yang Maha­gaib, Syekh Fahri Efendi menerimaku sebagai darwis­nya. Maka, aku dapat mengambil keputusan dengan mantap untuk menjadi darwis Halveti-Jerrahi, bukan khalifah di Tarekat Kadiriyyah. Aku melakoni ke­wajiban-kewajibanku sebagai darwis seteliti mungkin, dan menemui syekhku dua atau tiga kali seminggu. Beliau adalah seorang yang periang, sangat humoris, berani, cerdas, dan bijaksana; seorang ahli tafsir mimpi, inilah keistimewaan kelompok Halveti. Bercakap-cakap dengan beliau sungguh menyenangkan, dan karomah­karomahnya terkenal. Sebagai tokoh yang dicintai dan dihormati oleh semua orang, beliau membuat kita merasakan cinta Rasulullah dan misteri orang-orang kudus. Beliau merupakan sosok penyayang dan baik hati, melindungi orang-orang rudin dan menggerak­kan setiap orang untuk mendekat kepadanya.

Adakalanya, beliau bergurau denganku-untuk mengetahui reaksiku-sampai sedemikian jauh sehingga aku hampir marah. Lalu, beliau akan menyatakan se­cara terbuka bahwa aku diminta bertemu dengan almarhum Syekh kami Nureddin Jerrahi dan tak se­orang pun boleh menyentuhku. Aku mendapat infor­maSl bahwa Syekh Fahri Efendi sering menyebut namaku enam bulan silam sebelum kedatanganku ke tekke ini. Enam bulan setelah menjadi darwis ]errahi, aku bermimpi didatangi oleh tiga orang yang akan mengujiku. Dari tanya-jawab dengan mereka, aku tahu bahwa dua orang di antaranya akan melulus­kanku, tetapi orang yang ketiga menginginkan sebalik­nya. Ujian ini dimaksudkan untuk memilih seorang imam. Aku berhasil meyakinkan orang ketiga itu bahwa aku adalah imam, dan kemudian mereka ber­sepakat bulat menerimaku sebagai imam.

Meskipun tahu bahwa mimpi ini harus segera kusampaikan kepada Syekh, aku tidak sempat menyampaikannya sampai keesokan harinya karena aku sangat sibuk. Malamnya, aku tidur setelah salat selama empat atau tiga jam, dan mendapat mimpi yang sangat buruk dan memalukan. Saat bangun, aku kaget sekali dan kemudian berkata pada diriku sendiri, "Inilah buah dari salat tiga atau empat jam itu." Agaknya, aku tak bisa menemui Syekhku pada siang itu, tetapi bila aku bertemu dengannya, bagai­mana aku harus menceritakan mimpi yang memalu­kan ini? Pada malam ketiga, aku bermimpi datang ke tekke dan melihat para darwis sedang salat dengan cara yang sangat ganjil, salah melafalkan bacaan-baca­annya dan salah mengerjakan gerakan-gerakannya. Aku melewati mereka dengan perasaan heran, dan bertemu dengan Syekh di taman. Beliau menjewer sebelah telingaku ke atas sehingga aku terangkat naik

dari atas tanah. Tangan beliau lainnya mengibas-ibas tubuhku sebelah kiri seakan-akan beliau sedang mem­bersihkan karpet. Lantas, beliau menarikku masuk ke dalam sebuah ruang yang penuh dengan sampah. Be1iau memberi perintah: "Bersihkan ruangan ini, dan kamu akan tinggal di sini." Aku melihat ruang milik ketua khalifah tersebut.

Sewaktu bangun, aku sadar bahwa inilah hu­kuman yang kuterima karena tak menceritakan mimpi­ku kepada Syekh. Aku bergegas ke rumahnya dan menceritakan semua mimpiku kecuali mimpi yang memalukan itu. Be1iau tersenyum dan berkata, "Kamu tak mungkin mendapat dua mimpi itu tanpa sebuah mimpi yang memalukan di antaranya." Aku meminta darwis-darwis lain meninggalkan kami berdua, dan aku akan menceritakan mimpi yang memalukan ini kepada Syekh. Seusai aku bercerita, beliau meng­angkatku sebagai khalifahnya. Selama sembilan tahun, kami hid up bersama da­lam hubungan yang sangat karib. Setahun sebe1um wafat, beliau jatuh sa kit ketika sedang berzikir, dan kemudian memberiku amanah untuk memimpin ma­jelis zikir di sana. Aku memimpin maje1is zikir selama be1iau sa kit, se1ama satu tahun. Akhirnya, pada 5 Sya'ban, yakni hari mati syahidnya Imam Hasan, Rabu malam pukul 20.50, Syekh Fahri Efendi pergi ke alam baka, ke taman surga nan tinggi, dan mem­peroleh tempat yang dekat dengan Rasulullah Muhammad. Pada hari berikutnya, sesuai dengan wasiat terakhirnya, aku mewudukan beliau dibantu oleh Sefer Baba dan Kemal Baba yang menuangkan airnya. Hari Jumat, aku memimpin salat jenazah di Masjid Fatih.

Selanjutnya, dengan diiringi ribuan pengikutnya, kami menggotong jenazah beliau masuk ke dalam ruangannya di tekke, yang beliau bangun tujuh tahun sebelum meninggalnya, dan kemudian memakamkan­nya di samping makam Syekh kami Nureddin Jerrahi. Doa pemakamannya dipimpin oleh Syemseddin Yesyil Efendi yang terkenal itu. Memenuhi mimpiku-dan walaupun aktivitas-aktivitas para sufi dilarang serta tekke-tekke ditutup oleh pemerintah-tepat sehari sesudah kepergian Syekh Fahri Efendi, aku membuka pintu-pintu tekke untuk masyarakat luas, para saha­bat, dan lawan-Iawan kami. Setelah duduk di singgasana Syekh Nureddin Jerrahi yang dilapisi kulit domba selama lima belas tahun sebagai pemimpin tarekat ini, aku dengan sa bar terus mengajar darwis-darwisku yang berkebangsaan Turki dan juga banyak pecinta kebenaran dari se­luruh penjuru dunia.

Aku menjadi Syekh ke-19 dan khalifah kedela­pan semenjak berdirinya cabang Halveti-Jerrahi kami. Dengan segenap kekuatan yang Allah limpahkan, ha­rapan Nabi-Nya, kedamaian Syekhku, spiritualitas seluruh Syekh sebelumku, berkah dan iman guru dan penolongku, aku terus memberikan bimbingan spiri­tual kepada para pecinta kebenaran itu sampai akhir hayatku. Aku hanya memiliki dua orang anak kan­dung, tetapi Allah mahamengetahui berapa jumlah anak-anak spiritualku. Aku telah beroleh karunia me­lihat Nabi Muhammad saw. tujuh belas kali dalam mimpi-mimpiku. Aku juga pernah sekali melihat Nabi Musa, Isa, Yahya, dan Khidir. Aku pernah melihat dua sahabat mulia, Abil Bakar dan 'Vmar, dan da­lam sebuah mimpi aku mencium tangan mereka. Aku pernah melihat Fathimah dan Imam 'Ali dua kali, Imam Hasan dan Husain sekali. Aku pernah melihat Syekh Nureddin Jerrahi dua kali, dan menerima salamnya.

Aku pernah enam kali pergi ke Jerman, dua kali ke Inggris, dua kali ke Belanda dan Belgia, serta empat kali ke Paris. Aku pernah bertemu dengan banyak orang yang baik dan menarik dalam per­jalanan-perjalanan ke luar negeri. Aku pun pernah mengunjungi Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan Yunani. Aku pernah bertandang empat kali ke Amerika, yang di sana aku dan para darwisku ber­zikir dan berdiskusi di ban yak kota. Hanya Allah yang mengetahui apa yang akan terjadi. Aku berdoa agar cinta para kekasih Allah semakin lama semakin tumbuh besar. Seluruh ke­berhasilan datang dari Allah semata.

Friday, January 09, 2009

Senyuman Menjemput Syahid



Gambar dari : http://portail.islamboutique.fr/gaza2008/

“Janganlah kamu mengira bahawa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”

“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan kurnia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahawa tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Ali Imran: 169-170).


Nabi s.a.w. bersabda: “Tidak ada seorang pun yang ingin kembali ke dunia setelah dimasukkan ke dalam syurga, walaupun dia mempunyai kekayaan yang paling banyak di dunia kecuali orang yang mati syahid. Dia ingin kembali lagi ke dunia supaya terbunuh lagi dalam perang fi sabilillah sebanyak sepuluh kali kerana dia telah melihat kehormatan dan kemuliaan yang diberikan kepada orang-orang yang mati syahid.” (Riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

Dikutip dari : http://rampaiseri.wordpress.com/2008/03/31/kenikmatan-orang-yang-mati-syahid/