Monday, December 30, 2019

Melawan Logika Sungsang, Tahlilan Bid'ah Dolalah yang layak dimasukkan neraka

Sebuah kaum diazab karena enggan mengatakan laa ilaha illallah, sebagian yang lain dilimpahi karunia karena mengucapkan laa ilaha ilallah, sebagian kaum muslimin sibuk memvonis saudaranya sebagai ahli bid'ah yg layak masuk neraka karena kalimat laa ilaha illallah dengan dalih, kalimat itu tidak diucapkan Nabi Muhammad Saw secara khusus kepada orang yang sudah meninggal.

Logika sungsang ini terus dibenamkan kepada kaum muslimin yang biasa melakukan ritual tahlil, sehingga yang ada dibenak mereka bahwa kegiatan tahlilan ini adalah kegiatan  penghuni neraka?????? Situ waras (baca dalil bid'ah vs dalil tahlil)

Berulang kali sudah saya ketengahkan dan saya tidak akan bosan mengulang, bahwa kalimat tahlil bukan ibadah yang memiliki syarat, rukun dan waktu tertentu. Sebagaimana sholat, puasa, haji. Tahlilan terkait dengan perintah:
1. Keutamaan kalimat tahlil.
2. Mengerjakan ibadah menurut kemampuan.
3. Keistiqomahan.
Kalau perintahnya ada maka dia akan terus boleh dilakukan kapan dimana saja dan dalam situasi apapun, hingga ada dalil larangan misalnya: mengucapkannya dalam keadaan/ditempat buang hadats. Jadi melarang sesuatu tang diperbolehkan adalah malah menjerumuskan kepada bid'ah juga , karena tahlil adalah kalimat yang mulia dan qodim bersama Allah.

Mengapa Rasulullah Saw tidak melakukan tahlil. Saya yakin pada jaman Nabi Saw,  beliau Saw dan para sahabat akan terus bertahlil (berdzikir) dengan ada atau tidaknya orang yang mati, karena mereka ra adalah para ahli ibadah. Sedangkan manusia sekarang, bila tidak ada ritual ini akan nongkrong, ngobrol, nonton, santai, main, dan segudang kesia2an lainnya ...

Tahlilan adalah suatu acara mulia, mengingat Allah, meninggikan asma Allah, silaturahmi, mengingat maut, menghibur keluarga yang ditinggalkan. mengkonter aktivitas maksiat dan sia2. Ulama2 yang memulai kegiatan ini sungguh dilimpahi oleh hikmah dan kearifan. Sedangkan penyimpangan2 yg terjadi adalah hal2 perlu diluruskan, semisal tuan rumah memberikan jamuan, dst, bukan dijadikan alasan untuk menghilangkan kegiatan ini.

Sekarang saya tanya apakah ada dalil kajian rutin Hari Ahad, Sabtu, jam 08.00, dll? Mana dalilnya? Mengapa tanpa dalil anda laksanakan? Paham?

Kalo terus mengatakan tahlilan bid'ah saya khawatir situ susah mengucapkannya saat sakaratul maut saat ditalqin, karena (secara Neuro Linguistik Programming) anda dipaksa memprogram tahlilan bid'ah...tahlilan bid'ah..(sakaratul maut urusan berat, akal sdh sulit berfikir yg ada reflek) sehingga saat anda ditalqin khawatirnya situ akan mengucapkan ...bid'ah....bid'ah...bid'ah.

Naudzubillah.

Wallahua'lam.