Tuesday, July 27, 2010

10 Keburukan berdebat dalam agama

10 Keburukan berdebat dalam agama:

1. Memperburuk agama Allah. Meskipun mengaku menggunakan Al Quran dan sunnah, namun keahlian menafsirkan, logika yang berbeda menyebabkan kebenaran bersifat relatif/nisbi. Saya pribadi pernah berargumen dengan seorang yang memfitnah ulama, kemudian saya menggunakan dalil larangan menjelekkan orang lain sesama muslim, maka jawabannya adalah: “Anda tidak berhak menafsirkan ayat karena tidak memiliki kapasitas.”
Saya sih maklum saja, tapi masalahnya yang bicara adalah orang yang tidak jauh lebih baik dari saya dari bacaan Quran, tidak berbahasa arab, tidak hafal hadis, cuma berdasarkan kata gurunya, dan gurunya dari gurunya, dan dari gurunya dan seterusnya, entah guru yang mana yang memiliki kapasitas mencela ulama lain, wallahua’lam. Namun saya melihat disitulah letak kesombongannya, dimana dalil al Quran yang tidak perlu ditafsirkan/terjemah dibilang sebagai bentuk tafsiran. Apakah ayat ini masih butuh ditafsirkan?

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah persangkaan (kecurigaan), karena sebagian dari persangkaan itu dosa. Dan jangan mencari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al Hujurat 11-12).

2. Kesombongan. Ini adalah hal yang paling berbahaya dari semua bahaya berdebat. Perdebatan yang mengarah kepada benarnya pendapat diri dan salahnya pendapat orang lain merupakan bentuk dosa dan maksiat yang paling besar. Kita tahu bahwa tugas dari kaum muslimin hanya menyampaikan kebenaran dan menjawab pertanyaan orang-orang yang mencari kebenaran. Maka kita wajib meninggalkan orang-orang yang berniat mencari keburukan orang lain.


3. Sia-sia. berdebat yang tidak diniatkan mencari kebenaran tapi mencari pembenaran akan sia-sia. Saat berdebat tentang apa yang dialami/disaksikan/dirasakan dalam hati maka tidaklah akan ditemukan titik temu kecuali orang-orang yang hatinya menyaksikan hal yang sama. Pencela akan berkumpul dengan pencela, penyaksi akan berkumpul dengan penyaksi.

4. Berdebat mengeraskan hati. Hati yang keras akan sulit menerima kebenaran. Dalam perdebatan agama, orang yang berdebat memiliki cara pandang bahwa kebenaran ada dalam tangannya, orang lain yang salah dan harus salah, meskipun orang tersebut benar. Hal ini termasuk efek yang mengerikan dari berdebat. Jadi orang yang suka berdebat akan sangat susah menerima kebenaran. Seperti firaun yang belum juga tobat setelah melihat mukjijat Musa, bahkan sampa laut terbelah membentuk dinding tinggi, hawa nafsu menutupi pandangannya, hingga dinding air tersebut menghempas dan nyawa sudah sampai ke tenggorokan pengakuan itu baru muncul. naudzubillah.

5. Berdebat mengeruhkan hati. Hati orang yang berdebat cenderung keruh, atau kotor, hati yang kotor akan terpancar keluar dari lisan dan tindak-tanduknya. Sifatnya keras, mukanya keras, kaku. Hati yang kotor cepat mudah marah, cepat tersinggung, penuh prasangka, paranoid, sok tahu dan sejenisnya.

6. Berdebat membuat hati menjadi lalai mengingat Allah. Ini adalah hal yang buruk dari yang buruk. Tujuan orang beriman adalah mengabdi kepada Allah. Orang yang mengabdi tentu akan selalu ingat kepada Tuannya. Karena hamba yang buruk adalah hamba yang sibuk dengan dirinya sendiri. Allah senang diingat oleh hambaNya

7. Membiasakan mencela. Orang yang suka berdebat pasti suka mencela. Berawal dari mencari cela untuk membenarkan argumen berubah menjadi mencela. Karena terlalu bersemangat maka digunakan strategi menjatuhkan kredibilitas sesorang di mata orang lain, yang menyebabkan orang tersebut dipermalukan, atau terlihat hina di mata orang lain. Sehingga kebenaran apapun yang keluar dari mulutnya akan hina juga. Sedangkan nyata-nyata bahwa mencela itu perbuatan keji, namun mereka selalu bersembunyi dibalik dalih bahwa ia sedang menyampaikan kebenaran.

8. Menjauhkan diri dari tobat. Bagaimana bertobat dalam kondisi merasa selalu/harus selalu benar. Ujung-ujungnya sombong lagi-sombong lagi.

9. Menjauhkan diri dari ilmu dan kebenaran. Orang yang merasa dirinya benar akan menutup diri pendapat orang lain dan keinginan menambah ilmu. Dan cenderung akan menerima dari sumber yang memperkokoh pendapatnya dan jalur dari orang yang dia anggap sejalan pemikirannya. Sehingga dunianya akan sempit, sesempit cara berpikirnya.

10. Dijauhi manusia. Orang suka berdebat tidak akan disukai oleh orang. bagaimana disukai, bila pekerjaannya hanya memaksakan pendapat dan tidak pernah mau mendengarkan pendapat?


Larangan berbantah-bantahan (berdebat)

Dalam Al Quran, masalah perselisihan tentang kebenaran memang sering ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani, namun hendaknya hal tersebut juga menjadi pelajaran buat kaum muslimin, agar tidak terjebak dalam hal yang sama.

213. Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al Baqarah:213)

105. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (Ali Imran:105)

..haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al Baqarah:197)

46. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al Anfaal:46)

13. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya. (Ar Ra’d:13)

69. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya. (Al Hajj:69)


Monday, July 26, 2010

Pejalan Spiritual tidak berdebat

Berdebat adalah hal yang pantang dilakukan oleh seorang pejalan spiritual. Seorang salik/sufi akan berbicara hanya ketika ditanya, dan berhenti saat orang yang bertanya tidak berniat mencari kebenaran, namun lebih kepada menguji atau mencari celah untuk mencela sang salik. Apakah seorang salik takut dan pengecut? Ya, benar, seorang salik sangat takut kepada lidahnya akan menggelincirkannya, seorang salik takut pembicaraannya mengotori hatinya, seorang salik takut hatinya berpaling kepada selain Allah.

Seorang salik yang berhenti dan menoleh kepada orang yang mencela karena tersinggung dengan perkataannya adalah salik yang belum memasuki maqam apapun. Dia masih sakit hati, memiliki kemarahan dalam jiwanya. Hatinya tidak sabar, gundah, kecewa dengan omongan yang ditujukan kepada dirinya. Seorang salik sejati hanya terfokus pada zikir-zikirnya, dan menjaga hubungan dengan Allah. Seorang salik hanya berbicara tentang Allah, mengajak orang mencintai Allah, dan memberikan nasehat kepada orang yang membutuhkan. Seorang salik sangat mengenali orang-orang yang di dalam dirinya ada penyakit, dan cenderung menjauhinya. Karena seorang salik tahu bahwa penyakit itu dapat menular kepadanya. Penyakit yang paling berbahaya adalah merasa yang paling benar. Hal ini seperti kisah iblis laknatullah bahwa ia mendebat Allah karena merasa ada yang salah dengan perintah Allah. Bisa jadi alasan iblis adalah benar, tetapi karena yang didebat adalah Allah maka tetap saja ia salah. Inilah analog yang sama, dimana seorang salik tidak boleh menengok/merespon orang yang mencelanya, karena sesungguhnya, orang yang mencela seorang hamba yang melakukan ketaatan kepada Allah tidak lain tidak bukan adalah syetan yang mengganggu perjalanan spiritual seorang hamba. Apapun pangkat, baju, posisi, kekuasaan, kemuliaan yang dimilikinya, selama seseorang menyerang orang lain yang melakukan ketaatan adalah kaki tangan syetan. Dan mereka tidak perlu dilayani. Cukup tinggalkan mereka dan lanjutkan perjalanan dalam menuju Zat yang Maha Indah.wallahua'lam

Murnikan ketaatan, jaga kesucian: Kunci Keselamatan itu..

Banyak orang yang mencari-cari jalan untuk menemukan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya jalan itu sudah terlihat, namun banyak yang enggan melewatinya. Dengan berbagai alasan, berat, terjal, berliku, tidak yakin, tidak indah, tidak asyik, dan tidak gaul dst..dst..
Karena alasan-alasan tersebut banyak yang merasa enggan untuk menapaki jalan spiritual.
Kunci keselamatan sesungguhnya sangat mudah, yaitu:
Memurnikan ketaatan dan menjaga kesucian !!!
1. Ketaatan yang dimaksud tentu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Tidak ada yang tersesat selama mengikuti jalan ini.
2. Menjaga kesucian berarti menjauhkan diri dari kemaksiatan, makanan haram, perbuatan tercela, memandang yang bukan haknya, membersihkan dari penyakit hati, syak, prasangka, ghibah, mencela, mengkritik, merasa benar.

Apabila seseorang sudah memegang 2 hal tersebut maka Insya Allah selamat. Pertanyaan berikutnya, ah sudah sering denger, klise, terlalu umum....Bila muncul perkataan tersebut menunjukkan bahwa orang tersebut tidak memiliki tujuan dan program yang jelas dalam menjalani kehidupan, orang-orang ini tidak memiliki pembimbing rohani yang lurus dan mapan. Atau bisa dikatakan sebagai pencari spiritual lepas, yang mencari ilmu dari taklim satu ke taklim lain, mengikuti berbagai macam kajian, membaca semua situs agama, membaca semua buku agama. Namun tidak memiliki metode, kedisiplinan dan sangsi bagi diri sendiri. Bagaimanapun menempuh perjalanan spiritual membutuhkan kendaraan dan pengemudi.

Perlu diketahui bahwa jalan ketaatan itu mudah selama kita berguru kepada orang yang tepat. Mengapa demikian? Guru yang tepat selalu memberikan ilmu sesuai dengan kadar yang disesuaikan dengan kondisi kejiwaan si murid. Sehingga si murid akan terus tertarik untuk terus belajar, dapat merasakan karunia Allah, dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Jadi memang dibutuhkan seorang guru yang membimbing agar selamat dalam perjalanan.

Bagaimana ciri yang guru yang baik, dan cocok untuk menjadi guru kita? Jalan pertama adalah kembali kepada doktrin di atas: Murnikan ketaatan dan jaga kesucian. Lakukan dengan khusyu', hanya berharap ridho Allah, dan berdoa ditunjukkan guru yang lurus dan diridhoi. Jangan terlalu banyak berpikir dan berlogika, gunakan hati dalam menimbang kebenaran. Maka nanti kita akan didekatkan dengan orang yang ikhlas dalam mengajarkan ilmu, rendah hati, tinggi ilmunya. Pada saat ketemu dengan orang tersebut maka hati kita akan berkata, itu guru yang selama ini engkau cari ...datangilah dan berbaiatlah kepadanya sebagai murid. Setelah guru kita dapatkan maka yang pertama kita rasakan adalah ketenangan, semangat menggapai akhirat, semangat menghirup ilmu-ilmu untuk mengenal Allah. Sebaliknya guru yang buruk biasanya hanya pandai berbicara dan berorasi, namun dalam kesehariannya tidak menampakkan sesuatu hal yang bisa dijadikan teladan, atau ada kewajiban yang ditinggalkan atau melakukan kemaksiatan.
Bila hal ini tidak dirasakan maka kembalilah lagi kepada: Murnikan ketaatan dan jaga kesucian, mungkin saja diri kita yang masih berprasangka, atau memang orang yg kita tuju bukan guru yang dimaksud, maka Allah akan memberikan petunjuknya. Insya Allah..Ingat kawan: Jalan keselamatan, Cinta Allah, Surga, Kebahagiaan ada pada Kemurnian dalam taat dan kesucian jiwa.....

Memurnikan ketaatan:
1. Menjaga jumlah sholat dan kualitas sholat/ mendisiplinkan diri berjamaah dan sholat malam.
2. Memperbanyak dan menjaga kualitas dzikir/mendisiplinkan jumlah bacaan dzikir.
3. Memperbanyak membaca, menghatamkan dan membaca Al Quran.
4. Menjaga quantitas dan kualitas puasa.
5. Menyerahkan masalah kepada Allah.
6. Menjaga yang wajib, menambah yang sunnah.

Menjaga kesucian:
1. Menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh.
2. Menjaga suara yang keluar dari mulut.
3. Menjaga anggota tubuh dari berbuat maksiat.
4. Berkumpul dengan orang sholeh.
5. Menjauhkan diri dari orang yang berperangai buruk.
6. Sering memalingkan diri dari kelezatan dan hiruk pikuk dunia.

Thursday, July 15, 2010

Tanda-tanda lurus/sesatnya seorang sufi

Lurusnya seorang sufi ditandai dari hal-hal berikut:
1. Baik akhlaknya.
2. Menjaga yang wajib.
3. Sedikit bicaranya.
4. Ramah sikapnya.
5. Rela berkorban.
6. Murah senyum.
7. Sedikit makannya karena banyak puasa.
8. Meninggalkan yang mubah dan sia-sia.
9. Menambah yang sunnah.
10. Suka menolong.
11. Pekerja keras karena tidak bergantung oleh orang lain.
12. Jauh dari kemaksiatan dan dosa.
13. Menjaga hak saudaranya.
14. Menjaga aib saudaranya.
15. Hafal/menghafal Al Quran dan Hadis.
16. Menjauhi debat dan penghakiman.
17. Menghindari konflik yang sia-sia.
18. Orang senang melihat dan dekat dengannya.
19. Menolong orang yang kesusahan.
20. Mewaspadai penyakit-penyakit hati yang samar.
21. Tidak takut miskin/kehabisan rejeki.
22. Banyak doanya.
23. Mulutnya, pikirannya, hatinya tidak pernah berhenti berzikir.
24. Yakin dengan pengaturan Allah.
25. Sedikit tidur karena banyak ibadah.
26.

Tanda-tanda sesatnya seorang sufi.
1. Kaku dan tidak menyenangkan.
2. Mudah menghakimi dan menuduh.
3. Suka mendebat, mencela dan merasa paling benar.
4. Perangainya bagus di depan khalayak dan buruk bila sendiri.
5. Ibadahnya dangkal dan tidak mempedulikan kehadiran Allah dalam hati.
6. Membeda-bedakan kaum muslimin.
7. Mukanya muram, berkerut, dan enggan mengucapkan salam bahkan kepada sesama muslim.
8. Egosentris dan tidak berempati dengan lingkungan.
9. Hanya senang berbicara ibadah tetapi tidak melakukannya.
10. Tidak suka menghafal dan membicarakan Al Quran.
11. Kering pembicaraannya dan tidak menenangkan jiwa.
12. Menggantungkan rejekinya kepada kemurahan orang lain.
13. Masih mengkhawatirkan miskin.
14. Masih bergantung pada akal dalam mensikapi takdir.
15. Hatinya penuh syak dan prasangka terhadap orang dan kejadian.
16. Banyak makannya.
17. Besar syahwatnya terhadap wanita.
18. Kikir bin bakhil.
19. Dihinggapi penyakit-penyakit hati seperti: ujub, riya', sum'ah.
20. Tidak tahan lapar, sakit.
21. Banyak tidurnya.
22. Mata duitan dan komersil bila merasa dibutuhkan (berharap imbalan saat menolong, membacakan doa, ceramah/mengajar).