Friday, January 15, 2010

Menyikapi hinaan akidah

Baru saja melintasi sebuah web yang mencaci maki keyakinan, lumayan ..membuat darah jadi naik...tapi tiba-tiba tersadar...buat apa...Rasulullah SAW sendiri tidak pernah melayani hinaan dan cacian, yang diperangi oleh Rasulullah adalah kezaliman fisik.

Saat akidah dihina maka sesungguhnya masih ada fanatisme kepada ajaran itu sendiri. Mestinya kita pasrahkan saja kepada yang Sang Penguasa, sebagaimana sikap Rasulullah SAW yang dijuluki orang gila sambil dilempari batu dan membuat Jibril 'emosional' melihat pemandangan seperti itu.

Sekali lagi, agama ini bukan untuk dibela, AJARAN AGAMA INI YANG MEMBELA KITA... jadi buat apa membuat pembelaan terhadap keimanan yang ada dalam hati manusia. Manusia-manusia yang menghina akidah juga menerima penghinaan serupa dari orang-orang yang tidak mempercayai Sang Tunggal sama sekali. Kebalikannya keyakinan penuh kita terhadap janji Allah membuat kita merasa kasihan juga terhadap mereka dihari penghisaban kelak....inilah intinya semuanya hanya ada dalam hati, tidak bisa didebat, dan yakinlah kita akan hari pengadilan kelak siapa benar dan siapa yang salah, siapa yang tertunduk lesu, siapa yang bergembira....apabila anda diajak berdebat dengan seseorang yang langsung menyerang kepada apa yang kita perbuat, jawabannya sungguh sederhana, ....YANG SEMUA ANDA KATAKAN BENAR, TETAPI SAYA TIDAK MEYAKINI HAL YANG DEMIKIAN. KEYAKINAN SAYA KEBALIKAN DARI YANG ANDA KATAKAN. KALAU KEYAKINAN ITU SUDAH ADA DALAM HATI MAKA SIAPAPUN TIDAK DAPAT MERUBAHNYA APAPUN KATA ANDA DAN IBLIS MANAPUN TIDAK AKAN MERUBAH KEYAKINAN SAYA.

Penyerangan terhadap akidah didasarkan pada fanatisme terhadap keyakinan hati. Padahal keyakinan itu adalah modal untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan untuk dibangga2kan. Membalas makian dengan makian tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Penyerangan akidah juga terjadi antara sesama kaum muslimin sendiri, penafsiran akal sering dipaksakan kepada orang lain, padahal pegangan yang digunakan sama. Hal ini menunjukkan kelemahan akal, meskipun yang digunakan adalah dalil agama, namun kekotoran hati manusia yang selalu ingin 'dianggap paling benar' membuat manusia terjebak kepada sifat iblis yang selalu merasa lebih dari Adam AS.

Akidah adalah rasa yang ditanamkan, dikembangkan, dan dibina oleh setiap orang yang beriman. Wilayah ini tidak bisa diintervensi dengan akal kita. Sebagaimana seorang pecinta dugem meyakinkan asyiknya dugem kepada seorang ahli ibadah, dan sebaliknya ahli ibadah menceritakan nikmatnya ibadah....sulit nyambung bila menggunakan parameter fisik. Kebahagiaan yang dirasakan oleh penggemar dugem tidak bisa dicapai oleh ahli ibadah dan sebaliknya. Dan lucunya kedua-duanya saling mengasihani. Dari sini kita melihat bahwa keyakinan adalah masalah hati letaknya sangat dalam dan lembut. Meyakini sesuatu yang tidak tampak dan sangat berkuasa adalah hal yang tersulit bagi manusia yang bergerak dengan panca indra.

Hindari berdebat masalah akidah dengan orang yang berniat mencari-cari kelemahan, karena buang waktu dan mengotori hati. Demikian pula hinaan pada Nabi tidak usah disikapi dengan emosional, cukup dengan proporsional dan beradab. Karena hinaan kepada Nabi SAW tidak akan mengurangi kemuliaan beliau. Sebagaimana pengingkaran kepada Allah SWT tidak membuat Allah menjadi kecil. wallahualam

No comments:

Post a Comment