10 Keburukan berdebat dalam agama
10 Keburukan berdebat dalam agama:
1. Memperburuk agama Allah. Meskipun mengaku menggunakan Al Quran dan sunnah, namun keahlian menafsirkan, logika yang berbeda menyebabkan kebenaran bersifat relatif/nisbi. Saya pribadi pernah berargumen dengan seorang yang memfitnah ulama, kemudian saya menggunakan dalil larangan menjelekkan orang lain sesama muslim, maka jawabannya adalah: “Anda tidak berhak menafsirkan ayat karena tidak memiliki kapasitas.”
Saya sih maklum saja, tapi masalahnya yang bicara adalah orang yang tidak jauh lebih baik dari saya dari bacaan Quran, tidak berbahasa arab, tidak hafal hadis, cuma berdasarkan kata gurunya, dan gurunya dari gurunya, dan dari gurunya dan seterusnya, entah guru yang mana yang memiliki kapasitas mencela ulama lain, wallahua’lam. Namun saya melihat disitulah letak kesombongannya, dimana dalil al Quran yang tidak perlu ditafsirkan/terjemah dibilang sebagai bentuk tafsiran. Apakah ayat ini masih butuh ditafsirkan?
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah persangkaan (kecurigaan), karena sebagian dari persangkaan itu dosa. Dan jangan mencari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al Hujurat 11-12).
2. Kesombongan. Ini adalah hal yang paling berbahaya dari semua bahaya berdebat. Perdebatan yang mengarah kepada benarnya pendapat diri dan salahnya pendapat orang lain merupakan bentuk dosa dan maksiat yang paling besar. Kita tahu bahwa tugas dari kaum muslimin hanya menyampaikan kebenaran dan menjawab pertanyaan orang-orang yang mencari kebenaran. Maka kita wajib meninggalkan orang-orang yang berniat mencari keburukan orang lain.
3. Sia-sia. berdebat yang tidak diniatkan mencari kebenaran tapi mencari pembenaran akan sia-sia. Saat berdebat tentang apa yang dialami/disaksikan/dirasakan dalam hati maka tidaklah akan ditemukan titik temu kecuali orang-orang yang hatinya menyaksikan hal yang sama. Pencela akan berkumpul dengan pencela, penyaksi akan berkumpul dengan penyaksi.
4. Berdebat mengeraskan hati. Hati yang keras akan sulit menerima kebenaran. Dalam perdebatan agama, orang yang berdebat memiliki cara pandang bahwa kebenaran ada dalam tangannya, orang lain yang salah dan harus salah, meskipun orang tersebut benar. Hal ini termasuk efek yang mengerikan dari berdebat. Jadi orang yang suka berdebat akan sangat susah menerima kebenaran. Seperti firaun yang belum juga tobat setelah melihat mukjijat Musa, bahkan sampa laut terbelah membentuk dinding tinggi, hawa nafsu menutupi pandangannya, hingga dinding air tersebut menghempas dan nyawa sudah sampai ke tenggorokan pengakuan itu baru muncul. naudzubillah.
5. Berdebat mengeruhkan hati. Hati orang yang berdebat cenderung keruh, atau kotor, hati yang kotor akan terpancar keluar dari lisan dan tindak-tanduknya. Sifatnya keras, mukanya keras, kaku. Hati yang kotor cepat mudah marah, cepat tersinggung, penuh prasangka, paranoid, sok tahu dan sejenisnya.
6. Berdebat membuat hati menjadi lalai mengingat Allah. Ini adalah hal yang buruk dari yang buruk. Tujuan orang beriman adalah mengabdi kepada Allah. Orang yang mengabdi tentu akan selalu ingat kepada Tuannya. Karena hamba yang buruk adalah hamba yang sibuk dengan dirinya sendiri. Allah senang diingat oleh hambaNya
7. Membiasakan mencela. Orang yang suka berdebat pasti suka mencela. Berawal dari mencari cela untuk membenarkan argumen berubah menjadi mencela. Karena terlalu bersemangat maka digunakan strategi menjatuhkan kredibilitas sesorang di mata orang lain, yang menyebabkan orang tersebut dipermalukan, atau terlihat hina di mata orang lain. Sehingga kebenaran apapun yang keluar dari mulutnya akan hina juga. Sedangkan nyata-nyata bahwa mencela itu perbuatan keji, namun mereka selalu bersembunyi dibalik dalih bahwa ia sedang menyampaikan kebenaran.
8. Menjauhkan diri dari tobat. Bagaimana bertobat dalam kondisi merasa selalu/harus selalu benar. Ujung-ujungnya sombong lagi-sombong lagi.
9. Menjauhkan diri dari ilmu dan kebenaran. Orang yang merasa dirinya benar akan menutup diri pendapat orang lain dan keinginan menambah ilmu. Dan cenderung akan menerima dari sumber yang memperkokoh pendapatnya dan jalur dari orang yang dia anggap sejalan pemikirannya. Sehingga dunianya akan sempit, sesempit cara berpikirnya.
10. Dijauhi manusia. Orang suka berdebat tidak akan disukai oleh orang. bagaimana disukai, bila pekerjaannya hanya memaksakan pendapat dan tidak pernah mau mendengarkan pendapat?
Larangan berbantah-bantahan (berdebat)