Dakwah menurut para sufi
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ali Imran : 104
Dakwah kepada orang lain selain keluarga adalah fardhu kifayah, bukan fardhu 'ain. Berbeda dengan kepada keluarga yang sifatnya fardhu 'ain.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. At-Tahrim:66
"Bila seorang mencoba mengatakan sesuatu tentang agama kepada orang lain dengan niat agar dirinya mendapat tempat terhormat di mata manusia, menunjukkan bahwa sesungguhnya orang tersebut belum berhak untuk menyampaikan hikmah. Sesungguhnya maqam orang tersebut adalah pada maqam di bawah yaitu tobat dan memperbaiki dirinya. Allah memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk lebih banyak menghitung dosa, bertobat, memperbaiki diri, meluruskan niat dan amalan daripada berpikir untuk merubah orang lain. Barangsiapa tetap memaksa, maka setan telah menipunya dengan mengatakan bahwa dakwah adalah wajib. Karena bila Allah menghendaki maka seseorang yang harus menyampaikan hikmah, maka dikuatkan tekadnya, dilapangkan jalannya, dicukupkan ilmunya, dan oranglah mendatanginya untuk meminta nasehat bukan dirinya yang menawarkan diri untuk memberi nasehat. Dan itulah dakwah bagi seorang pejalan spiritual. Di dalam Al Quran, kata-kata menyeru kebanyakan ditujukan kepada para Nabi, Rasul dan Malaikat, bukan kepada manusia secara umum.
Meniatkan diri untuk menjadi Da'i bukan ajaran para sufi. Ilmu yang berkaitan dengan materi dakwah adalah buah dari ketaatan, bukan modal untuk diniatkan berbicara kepada orang lain. Dasar perjalanan kaum sufi yang pertama adalah mengenal Allah, yang kedua adalah mendekatiNya, dan yang ketiga menatapNya, dan yang ke empat adalah bermesraan denganNya. Tatapan pejalan spiritual ini sama sekali tidak boleh berpaling sedikitpun oleh godaan dunia. Prinsip-prinsip ini yang sama sekali tidak boleh dilanggar oleh pejalan spiritual, karena apabila dilanggar, maka sesungguhnya dia telah tertipu oleh setan, dan maqamnya turun ke posisi semula yaitu, maqam tobat. Bagi kaum sufi, ibadah adalah bentuk kedisiplinan spiritual yang menyebabkan ke empat hal tadi dapat dicapai. Kesibukan diri ini cukup menyita waktu, dan tidak dianjurkan berdakwah apabila tidak dalam rangka mencegah kemungkaran, dimintai pendapat, atau diminta berbicara.
Karena apabila orang mengetahui ujian yang dihadapi oleh seorang da'i, maka mereka akan cenderung menghindarinya. Rasulullah tidak pernah meniatkan diri menjadi da'i, tapi Rasulullah diperintahkan dan dipaksa oleh Allah. Sedangkan kita bukan Rasul dan tidak menerima wahyu, Insya Allah tugas utama kita adalah memperbaiki diri. Sebagaimana Allah mengatakan bahwa seorang menanggung dosa masing-masing. Hal ini menunjukkan tidak ada beban buat seseorang untuk merubah orang lain, melainkan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Allah. Dari sinilah keikhlasan seorang da'i bisa dilihat dari bagaimana asal muasal dia berbicara kepada khalayak.
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah
Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah
kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan." Al-An'am:164
Pada saat da'i berbicara tentang kebaikan dan dia belum melaksanakannya maka da'i ini bisa dikatakan sebagai pembohong, dan pembohong adalah salah satu ciri orang munafik. Demikian pula kelurusan niat, saat seorang da'i melihat enaknya dan mewahnya hidup sebagai da'i, maka da'i ini sudah melenceng dari rahmat ilahi, dan terjerumus kepada kesyirikan, berbuat sesuatu bukan karena Allah, tetap menjual ayat-ayat Allah. walahu a'lam bisawab. Naudzubillah min dzalik
Da'i yang terus memaksakan dirinya untuk berbicara, dan selalu berusaha memperbagus ilmunya semata-mata karena ingin mendapat pengikut yang banyak sudah terjerumus kepada riya'. Setan terus membisikkan kepadanya bahwa dakwah adalah jihad, maka dia harus berjuang untuk mencari pengikut sebanyak-banyaknya. Dari sinilah jelas bentuk kesesatan, bahwa tujuan dakwah bukanlah mencari pengikuti tetapi mengenalkan Allah dan kebesaranNya. Masalah hidayah adalah urusan Allah. Namun akhirnya sang da'i terjebak kepada hawa nafsu. Tidak sedikit yang terjebak kepada popularitas, mencari harta. Naudzubillah. Ciri-ciri da'i yang sesungguhnya kita saksikan Nabi Saw sendiri, yang meninggalkan seluruh kekayaannya demi menyampaikan ayat-ayat Allah. Tidak ada pamrih apapun untuk menyampaikan wahyu-wahyu dari Allah, selain tekad yang kuat untuk kemaslahatan dan keselamatan umat manusia? Lalu apakah tidak boleh menerima hadiah dari jama'ah? tentu boleh. Tapi kemudian jangan dijadikan rutinitas dan ditentukan tarifnya, dengan berbagai alasan transport, konsumsi, dll..dll...Karena disinilah sesungguhnya ujian seorang da'i. Seandainya dia diundang dalam suatu acara, maka semestinya dia membayangkan umat yang haus akan bimbingan dan pengetahuan agama, bukannya apa yang dia dapat dari dakwah di tempat tersebut. Wallahualam.
No comments:
Post a Comment