Tuesday, September 09, 2008

God Spot, Titik Ikhlas, Titik Pasrah, Titik Khusyu, Ruang Dialog dengan Tuhan

Menemukan Tuhan adalah kegiatan termudah sekaligus tersulit dari seorang hamba. Seorang anak manusia yang lahir ke dunia seakan terkena amnesia. Inilah letaknya ujian. Pada diri seorang manusia sesungguhnya telah dibekali dengan benih keimanan,

172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-A'raaf , 7:172)


namun ada yang memelihara benih ini, ada yang berusaha keras mempertahankannya, ada yang sengaja membunuhnya. Pada saat seorang manusia berada dalam titik Tuhan maka ia akan melihat kebenaran dan jalan yang terang benderang

179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raaf, 7:179)


Bagi pencari-pencari Tuhan usaha yang tak kenal lelah terus dilakukan untuk dapat menjangkau Tuhan. Saya menggunakan istilah Tuhan yang lebih Indonesia karena dalam kaidah berbahasa istilah ini masih mengkerucut kepada Sang Pencipta. Tuhan bersifat universal bagi semua agama, oleh karenanya semua yang merasa diciptakan berhak untuk menemuinya. Menemukan Tuhan ibarat menyusun kepingan puzzle yang berserak di pelosok jagad. Yang tentu hampir tidak mungkin dilakukan oleh seorang anak manusia melainkan dengan pertolongan Tuhan sendiri. Namun pada tahapan ini banyak orang yang merasa bahwa ia menemukan Tuhan karena usahanya sendiri.

Untuk menemui Sang Pencipta sesungguhnya sangat mudah, ia kita temukan dalam semua kondisi dan situasi, hanya terkadang definisi yang telah tertanam sejak kecil, ilmu-ilmu yang tercampur baur mengaburkan dan menjauhkan seorang hamba dari Tuhannya.

Simulasi menemukan Tuhan yang paling gampang adalah, asumsikan diri anda adalah sebuah penumpang sebuah pesawat yang meluncur akan menghunjam bumi. Maka dititik ini semua hal yang kita kejar di dunia akan sirna dan yang kita sebut adalah nama Tuhan. Utang, orang-orang yang dicintai, aset, rumah, mobil, jabatan, nafsu makan, syahwat, rasa sakit, rasa senang semua sirna pada titik ini, nama Tuhanlah yang dipanggil dan disebut. Pada kondisi ini sebenarnya manusia dipaksa pada titik God Spot, titik ikhlas, khusyu, dan posisi antara hamba dengan Tuhan sangat jelas. Bagi yang mencintai dunia maka yang ada adalah rasa takut, takut akan kematian, takut akan siksa, takut meninggalkan kesenangan2 hidupnya. Sebagian yang lain merasa pasrah, dia sadar dia tidak mampu mengendalikan semuanya. Ia akan berdoa kepada Tuhannya untuk diselamatkan kalau diijinkan, atau seandainya nyawanya dicabut dia dalam keadaan mengingat Tuhannya.
65. Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan ikhlas kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) (Al-'Ankabuut 29:65)

Ya, titik Tuhan, titik ikhlas, titik pasrah ini pernah kita alami, hanya tergantung kepada individu tentang mensikapi kondisi tersebut. Apabila seorang manusia mampu masuk ke dalam kondisi ini maka sesungguhnya dia dalam kondisi siap berdialog dengan Tuhannya. Dan respon dari Tuhannyapun mampu ia pahami dan terapkan. Ruang dialog ini terbebas dari hawa nafsu, keinginan, pamrih, pengharapan, kesedihan, dan sejenisnya. Disini hanyalah ruang tempat penyerahan diri sebagai hamba tak berdaya, dan pengakuan bahwa Dia Sang Penggenggam nyawa. Pada titik inilah Islam yang membedakan dengan agama-agama lainnya. Pada titik ini seorang muslim disuruh memurnikan dan meniadakan bentuk-bentuk dan gambaran fisik tentang Tuhan. Sedangkan agama lain telah tereliminir dengan Tuhan-tuhan mereka yang dinampakkan secara fisik. Seorang muslim yang mencapai titik ini maka yang ada hanya satu kondisi yaitu rendah yang serendahnya hingga ia merasa bukan apa-apa bahkan menghilang. Kondisi ini harus dilakukan dengan sadar. Ruang ini adalah tempat dimana seorang manusia akan ditunjukkan jalan yang harus ditempuh, bukan hanya melalui kesadaran dalam berpikir, tapi skenario-skenario yang terjadi disekelilingnya sangat mudah terbaca dan mendukung langkahnya. Dalam titik ini pula iblis telah membuat statement tidak akan menggoda:

82. Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, 83. kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (urat Shaad.38)


HALANGAN-HALANGAN MENUJU KHUSYU
1. Dominasi akal yang meliputi:
keinginan selalu mendebat, berlogika, sensor indra, asumsi, teori, hayalan, memori panjang-pendek. Saat orang ingin menuju khusyu maka tahapan pertama adalah menghilangkan semua rangsangan, teori, respon, pengharapan, trauma, kesenangan, kegelisahan dari dan untuk dirinya. Artinya dia ingin menuju suatu titik dimana respon luar tidak diperlukan.
2. Pengharapan paling dalam: ingin dimuliakan, sederajat Nabi, ingin diampuni, ingin dibalas surga, juga harus dilewati. Meskipun itu nampak wajar, tingkatan ini sudah mendekati titik ke Tuhanan, namun ibaratnya masih seperti menggunakan alat telekomunikasi, masih pakai alat.
3. Membayangkan sensasi-sensasi. Sensasi memang bisa didapat oleh seorang yang khusyu, tapi membayangkan sensasi malah bisa jadi mengarahkan kepada halusinasi ataupun gangguan setan, mis: menunggu getaran, menunggu cahaya berkilatan, menunggu terbang dll. Semua bisa jadi dirasakan tetapi tidak untuk ditunggu. Masing-masing orang memiliki difinisi khusyu masing-masing. Jadi tidak bisa dipukul rata. Yang paling sering adalah bulu kuduk dan kulit meremang, dan tiba-tiba menangis.
4. Kegundahan hati: marah, kesal, dengki, syahwat, sakit hati, kecewa, takut, malu. Adalah halangan yang paling sulit disingkirkan karena merupakan penyakit hati yang telah menempel. Sehingga sering ritual ibadah dicemari dengan kondisi hati ini.
5. Ketinggian hati/kesombongan: orang-orang yang dititipi Allah dengan ilmu dan harta maupun usia akan sangat berat saat dia melihat orang di sekitarnya tidak seperti dirinya. Posisi ini sama saat Adam diciptakan, iblis merasa pongah karena kelebihannya. Misalnya saya diberi amanah oleh Allah dengan bacaan Quran yang banyak. Pada saat amanah ini jadi kebanggaan dan meremehkan orang lain yang lebih sedikit bacaannya maka akan menjadi bumerang, bukan menjadi kemaslahatan bagi diri.

APA DAN BAGAIMANA SETELAH KHUSYU?
Kondisi ini memang sangat tergantung dari masing2 pelaku, yang paling mudah adalah hilangnya sifat dan wujud diri yang sering disebut sang aku, si aku , wahyu. Ruang dialog ini juga bersifat timbul tenggelam/besar kecil tergantung dari latihan, kepasrahan, dan kewaspadaan dari pelaku. Saat ini kita sampaikan semua unek-unek dan pengharapan. Berdoa sebagai pemula biasanya mendahulukan ritual doa secara urut dan tekstual sebelum tahapan tahapan khusyu tercapai. Bahayanya adalah hawa nafsu lebih dominan, si aku mendikte Sang Kuasa untuk memenuhi syahwat. Namun sah-sah saja, latihan terus menerus akan membawa manusia menuju ke tingkat yang lebih benar dan bijak.

APA YANG DIDAPAT DENGAN KHUSYU?
1. Ketenangan, santai, relax meskipun dalam kondisi yang membuat stress. Banyak utang, tagihan, kebutuhan, beban kerja, dll. Dalam kondisi khusyu masalah ini dianggap sebagai 'paket titipan' dari Allah yang sedang didiskusikan kepada Allah. Sebagai hamba yang penuh keterbatasan hendaknya menyerahkan kembali urusannya kepada Allah. Argumen bahwa kita telah diberi otak untuk menyelesaikan urusan dunia, hanya akan membawa kita ke tingkat stress yang lebih tinggi. Memang benar diberi otak, namun setelah pemecahannya adalah tetap melalui proses dialog.
2. Ide dan gagasan. Setelah berdialog pikiran akan dipenuhi oleh ide dan kreativitas. Tinggal kita menyambutnya dengan kerja dan ketekunan mewujudkan gagasan tersebut. Ide dan gagasan bukan bersumber dari otak kita, ini patut dicatat, dia datang dan pergi sesuai dengan keputusan dan ketetapan Allah. Sel otak Eistein tidak lebih banyak atau berbeda dengan sel otak kebanyakan manusia yang membedakan adalah Einstein sudah ditetapkan untuk dititipi amanah oleh Allah untuk memecahkan teori relatitivitas.
3. Penyelesaian masalah dari arah yang tidak terduga. Kurang lebih sama dengan ide. Tiba-tiba ada orang mengantar ini itu, tiba-tiba ada yang menawari pekerjaan, tiba-tiba ada yang ngasih uang, tiba-tiba datang jodoh dst..dst.... Sebaliknya niat yang dilandasi nafsu hanya akan menimbulkan keserakahan, kedengkian, stress, dan sederet kemaksiatan lain. Contohnya telah banyak
4. Pikiran, sikap, dan perilaku yang terjaga. Giat dalam ibadah dan menolak segala bentuk kemaksiatan. Merasa khusyu atau tertipu khusyu dapat dilihat dari apakah kita jadi seorang ahli ibadah, gemar membaca Quran, menjaga mata dari kemaksiatan. Mengurangi kegiatan yang halal namun memalingkan dari Allah, atau masih tetap saja?
Apabila tidak ada perubahan dalam sikap keseharian maka sesungguhnya khusyu yang kita rasakan baru tahap imajinasi atau merasa namun belum menggapai khusyu sesungguhnya.
5. Diberi naluri dan ketajaman dalam bertindak dan bersikap. Diberi rasa ragu apabila langkah tersebut tidak baik untuk dirinya, diberi kemantapan apabila itu jalan yang harus dilalui.

No comments:

Post a Comment