Friday, August 13, 2010

Mengapa ber-Thoriqoh / Tarekat

Thoriqoh/tarekat adalah istilah yang dinisbatkan kepada sekelompok kaum muslimin yang mengambil jalan pendekatan kepada Allah dengan mendawamkan/melanggengkan amalan-amalan yang dipandang ringan dilakukan namun berat dalam timbangan. Thoriqoh sendiri berarti jalan.Orang biasanya menyebut firqoh untuk aliran dan mazhab dalam fiqih. Thoriqoh sendiri dinisbatkan pada aliran dalam tasawuf. Thoriqoh sendiri saling mendukung satu sama lain, diantara mereka saling memuji. Karena di dalam sanad thoriqoh, bertemu para ulama atau wali Allah tertentu, bila tidak, maka sanad akan bertemu pada Nabi Muhammad Saw guru dari semua guru sufi. Thoriqoh yang bersanad hingga Nabi Muhammad Saw, Jibril As disebut thoriqoh mu'tabarrah. Ada juga thoriqoh yang tidak bersanad dan mengaku mendapat wahyu langsung dari Allah, atau Jibril As, atau melalui Khidir As, yang terakhir ini tidak diketahui tentang kelurusannya.

Thoriqoh adalah suatu jalan yang ditempuh oleh para ulama dengan mempertimbangkan hadits-hadits Nabi Saw. Benar Al Quran dan sunnah sudah cukup, tapi apakah semuanya dapat kita lakukan? Ini adalah pertanyaan yang hampir tidak bisa dijawab, mengapa? Bila kita mengatakan dapat, berarti kita akan dihinggapi ujub seolah-olah amalan kita menyamai Nabi Saw, dan apabila mengatakan tidak, berarti menuduh Allah membebani pada kita melebihi kemampuan? Namun hakekatnya tidak demikian, karena Allah menyuruh kita untuk melakukan ketaatan semampunya sesuai hadis-hadis berikut:

Dari Abu Hurairah, ‘Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu ‘anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : “Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)” (HR. Bukhari)

Ibadah-ibadah yang sunnah merosot kualitas dan kuantitasnya karena ketidaksiplinan dalam menjalankannya karena tidak adanya ikatan dalam pelaksanaannya. Ah..sunnah ini, ditinggalkan juga gak apa-apa. Masalahnya adalah amalan sunnah tersebut menjadi utama dengan syarat harus dilakukan secara rutin. Dan tercela saat ditinggalkan. Maka jalan tarekat diambil untuk meneguhkannya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi. (HR. Bukhari)

Apabila kita mencermati hadits di atas, maka jelas bahwa meninggalkan kebaikan dikatakan 'janganlah' oleh Nabi, yang tentu maksudnya adalah perbuatan meninggalkan sunnah adalah perkara tercela? wallahua'lam.

Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,Amalan yang rutin (kontinu/istiqamah), walaupun sedikit.” (HR. Muslim)

Apa yang diamalkan dalam Thoriqoh (contoh: tarekat Qadiriyah dilakukan setelah selesai sholat)
  1. Membaca istighfar 3 x setelah sholat fardhu. Jumlah ayat dan hadits tentang tobat telah sangat jelas.
  2. Membaca shalawat 3x setelah sholat fardhu. Keutamaan membaca shalawat sangat jelas.
  3. Membaca tahlil 165 kali setelah sholat fardhu. Keutamaan tahlil sangat jelas. Seorang bertanya apakah ada dalil tentang angka 165, maka seorang pengikut tarekat, syahadat adalah hal yang diperintahkan, dan tidak ada yang melarang membaca dalam jumlah dan waktu tertentu. Hal ini malah didukung hadits dari 'Aisyah ra, di atas tentang keistiqomahan. Dan Isya Allah dari sanadnya sendiri sudah merupakan penguatan dalilnya.
  4. Mengirim alfatihah kepada para guru: terutama kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani dan Syekh Abu al-Qosim Junaid al Bagdadi. Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kesepekatan.” (Fiqhus Sunnah juz I hal 569)
Kita perhatikan betapa 'sedikitnya' amalan yang dilakukan selesai sholat oleh  seorang pengikut tarekat Qodiriyah. Kebanyakan ulama-ulama yang menggabungkan banyak tarekat menurut kesanggupan masing-masing.

Jadi kita melihat bahwa tidak ada hal yang baru dalam amalan tarekat. Semua ada landasan, dan perjanjiannyapun dilakukan karena adalah landasannya tentang keistiqamahan dalam beramal. Maka barangsiapa mencela tarekat, maka sesungguhnya mencela perkataan Nabi Saw tentang keistiqamahan, dan mencela amalan-amalan yang berdalil.

 Berthoriqoh adalah:

1. Janji kedisiplian seorang muslim kepada Allah, syahadat adalah janji seorang muslim, tetapi thoriqoh adalah janji kedisplinan. Tidak ada sangsi dari para guru thoriqoh, dan tidak istilah murtad dari agama. Namun hanya sangsi telah berbohong kepada Allah, yang tentu juga merupakan dosa besar.

2. Setiap orang pada prinsipnya berthoriqoh. Namun lebih dikenal sebagai firqoh. Karena thoriqoh bercirikan bai’at dan kesetiaan. Pecinta dunia berbaiat kepada dunia untuk mengejarnya. Kelompok, organisasi, pengajian, jama’ah berbaiat/berjanji bagi organisasi dan kelompoknya dengan membaca sumpah setia, janji setia, dst. Mereka sebenarnya berthoriqoh, hanya enggan dikatakan berthoriqoh karena thoriqoh bersifat eksklusif untuk pengikuti jalan salik. Pada saat menandatangani suatu kontrak kerja, maka seorang berjanji dengan seluruh usaha dan tenaga untuk menjalankannya. Aneh bila seorang pencela tarekat menandatangani kontrak kerja. Mereka berani berbaiat dan taat kepada manusia dan segala aturannya yang bersifat keduniawian, di sisi lain mencela orang berjanji dan meneken kontrak dengan penciptaNya dan mengatakannya mengada-ada. Aneh bukan?

3. Suatu bentuk kerendahatian akan kekurangan diri dalam melaksanakan semua perintah Allah. Kesadaran akan kedoifan diri yang lebih cinta pada dunia. Kerendahatian diwujudkan dengan mengikuti langkah orang sholeh. Mengapa harus mengikuti orang sholeh ? bukankah cukup Allah menurunkan Al Quran dan Nabi? Penganut thoriqoh sangat sadar bahwa dirinya berada jauh dari pengajaran Nabi dan Al Quran dan sempurna, ribuan perintah/anjuran dan ratusan larangan dalam al Quran dan sunnah hampir mustahil dilakukan dengan kedhoifan dan kondisi qalbu yang penuh dunia. Oleh karenanya mereka belajar dari orang-orang yang mereka percaya. Semua orang yang hari ini memiliki keimanan, tidak secara langsung dihunjamkan ke dalam dadanya  ilmu-ilmu agama, pasti mereka bertemu buku atau seseorang yang mengajari. Hanya mereka enggan menggunakan metode baiat sebagaimana pengikut thoriqoh. Apa akibatnya? Tidak ada kedisiplinan, keterikatan, sangsi diri, dan metode yang pasti. Jadi kecenderungannya bersifat bebas, lepas, dan lebih banyak kajian dengan akal logika pribadi yang menyesatkan dan diskusi debat kusir, daripada menyibukkan diri mengingat Allah.

4. Bentuk penghormatan. Thoriqoh adalah suatu bentuk penghormatan kepada orang-orang yang menjadi musabab turunnya ilmu kepada seorang murid. Baiat bukanlah suatu penghambaan sebagaimana makhluk dengan Rabbnya. Namun salah satu bentuk rasa hormat takzim antara murid dan mursyid. Tidak ada sangsi dari mursyid bila murid mengingkari janji, namun sangsinya dari Allah, karena mengingkari janji. Orang yang tidak berthoriqoh mengabaikan fakta bahwa ada yang menjadi musabab datangnya ilmu kepada kita, sebagaimana mengingkari orang tua kita  yang menjadi musabab lahirnya kita, dimana kita diwajibkan untuk mendoakan mereka setiap waktu. Mengapa kita tidak lakukan kepada orang-orang yang menjadi sebab turunnya ilmu agama kepada kita?

5. Bentuk kehati-hatian. Thoriqoh bersanad, artinya, sanad tersebut sangat sulit dikatakan mengada-ada. Mengapa demikian? Setiap orang yang dianggap guru tentu dipercaya oleh sang murid. Apakah guru bisa berbohong? Bisa saja bila sang guru tidak menunjukkan ilmu agama yang mapan, akhlak yang karim, maka bisa saja dia berbohong. Namun bila seorang sudah menemukan keyakinan bahwa orang yang dihadapannya telah memenuhi dasar-dasar sebagai seorang guru, maka tentu dia sangat percaya dengan apa-apa yang dikatakan oleh gurunya. Sangat kecil kemungkinan mereka berbohong. Jadi hubungan satu tingkat ke atas pun sudah dapat dijadikan landasan tentang lurus atau tidaknya kualitas sanad yang diberikan. Apalagi kalau kita sudah melakukan investigasi latar belakang mereka, maka akan menambah keyakinan bahwa orang yang dianggap guru/mursyid adalah orang yang amanah dan mustahil berbohong. Dari merekalah akan turun sanad. Dan sanad ini adalah dasar otentisitas yang diterapkan pada Al Quran dan Hadis. Bila anda sekarang belajar kepada seorang guru, maka tidak ada salahnya bila menanyakan sanad keilmuan, karena guru wajib menyampaikannya kepada murid. Para Mursyid akan memberikan hijayah/sertifikat telah mengikuti thoriqoh yang di dalamnya termuat nama murid hingga Rasulullah Saw. Meneliti kelurusan Mursyid, dapat dilakukan dengan meneliti riwayat orang 1 hingga 2 tingkat di atas. Apabila lurus, maka mursyid itu akan dikenal oleh orang-orang sekitarnya sebagai orang yang dipercaya, tanpa perlu mengetes ilmu yang bersangkutan.

Waspada Kepada Ajaran-ajaran tak Bersanad
Hari ini banyak sekali orang yang membentuk kelompok-kelompok yang mengklaim dirinya sebagai yang paling lurus dan paling benar. Banyak orang yang mengaku-ngaku berilmu tapi tidak memiliki sanad. Mereka adalah orang-orang yang cerdas pelahap ilmu dan buku. Guru mereka adalah majelis-majelis taklim dan buku-buku. Apakah ini salah? Tidak. Tetapi berbahaya. Mengapa demikian?Berguru pada buku adalah sangat lemah, karena si pembaca tidak dapat bertanya tentang apa-apa yang tertulis, sehingga seringkali tersesat dalam penafsiran, apalagi apabila referensi yang dibaca benar-benar sesat. Anggaplah anda sekarang membaca Al-Quran, anda begitu yakin bahwa kitab di depan anda adalah Al Quran, tapi sesungguhnya beberapa ayat dan lembarannya diganti dengan ayat-ayat dari injil berbahasa arab. Apakah anda bisa membedakannya? Ini adalah ilustrasi tentang perlunya guru. Jadi seorang yang mengaku alim dan menyebarkan suatu ajaran, maka tanyalah dengan pertanyaan standar minimum: apakah beliau hafal Quran? karena hafal Quran adalah standar minimal keilmuan seorang Mursyid. Apakah ada urutan sanad? Seorang yang menolak menyebutkan sanad dalam penuruna ilmu menunjukkan orang tersebut tidak memiliki sanad keilmuan, sehingga layak ditinggalkan meskipun dia memiliki ilmu setinggi langit.

6. Bentuk ketaatan seorang hamba yang butuh. Thoriqoh adalah suatu bentuk janji dengan amalan sederhana kepada Allah. Karena berjanji kepada Allah maka statusnya menjadi wajib ditunaikan. Seorang yang telah berjanji/baiat untuk melaksanakan suatu tarekat akan terus dituntut untuk melakukannya, dan menjadi berdosa besar saat meninggalkan. Dan 'untunglah' tidak ada amalan tarekat yang membutuhkan modal apapun selain kesadaraan panca indra.

Apa keburukan Tidak ber-Thoriqoh?

1. Sombong. Ini adalah penyakit utama orang yang tidak berthoriqoh.

a. Hanya cukup Al Quran dan Sunnah yang diamalkan tanpa perantara. Jadi hanya dirinya dan Allah semata. Tapi siapa yang menyebabkan Al Quran dan sunnah-sunnah Rasulullah dan isinya turun kepadanya? Mengapa penghafal Al Quran harus memiliki sanad? Seorang yang menjalankan amalan-amalan tanpa sanad (guru) dan berbaiat kepada sang guru adalah seorang yang termasuk kurang ajar. Karena tidak menghormati jalur turunnya suatu amal kebaikan kepada dirinya. Darimana anda belajar syahadat, sholat, puasa? Apakah yakin yang anda amalkan sudah benar? Bila sudah mengapa anda tidak menghormati orang yang memberikan anda amalan tersebut?

b. merasa amalan yang dilakukannya cukup membawa dirinya ke surga.

c. tidak membutuhkan orang lain, cukup antara dirinya dan Allah saja.


2. Tidak menghormati sebab turunnya ilmu/hidayah..

3. Menganggap enteng amalan sunnah.

4. Fitnah terhadap jalur thoriqoh. karena beranggapan amalan dan sanadnya mengada-ada.



Bagaimana mendeteksi guru yang lurus dan tidak?

1. Akhlak.
2. Ibadah.
3. Hafalan Quran.
4. Hafalan Hadis.
5. Jenis buku dan bacaan.
6. Sikap dan sifat keseharian.
7. Pendapatnya tentang agama berdasarkan Al Quran dan hadis.
8. Guru-gurunya.
9. Pendapat tentang guru-gurunya.

Demikianlah pentingnya thoriqoh buat seorang salik, karena suatu pemikiran kerendah hatian bahwa ilmu diturunkan melalui perantara dan tidak dihunjamkan secara langsung. Apabila ada yang mengaku bahwa kita bisa langsung berkomunikasi dengan Allah, maka ujilah dengan cara yang sangat sederhana. Uji hafalan Qurannya, dan haditsnya, dan segala yang berkaitan dengannya. Karena seorang yang dekat dengan Allah tentu akan mendapatkan akses dengan mudah kepada kalamullah. Apabila hanya mampu menafsirkan namun tidak dapat menghafalkannya, maka tinggalkan orang tersebut, karena ia tidak lain hanyalah orang yang dikasih sedikit icip-icip oleh Allah namun mengaku bisa berkomunikasi dengan Allah. Dan juga tinggalkan ulama-ulama yang mencela guru mereka, dan mengaku melakukan pembaharuan dari apa yang diberikan oleh para gurunya. wallahua'lam

2 comments:

  1. Mantap geng,!!!
    Tapi cuman 2 hal yang ane kurang sepaham,yakni hafal alquran dan hadis (dangkal).
    Yah menurut ane walaupun tidak hafal,yang penting melaksanakannya tu aja. Masalahnya,loq cuman tuk ngafalin yah abis2in waktu. Toh juga ane g ada perintah secara langsung tuk ngehafal kan. ???

    ReplyDelete
    Replies
    1. ngafal Quran untuk level guru, Bro. Masa kita ngikut guru yang KW. Kalo level pengikutnya sih gak usah, kan hakikat thoriqoh jelas, ambil yang paling sederhana

      Delete