Puasa Menurut Saya
Puasa dalam arti menahan dari sesuatu dilakukan oleh banyak orang di dunia. Puasa dari makanan tertentu disebut diet, puasa berbicara, puasa berkelahi (anger management), dll. Puasa adalah hal yang biasa dilakukan oleh banyak orang dengan tujuan beragam
Puasa dalam Islam artinya menahan makan, minum, berhubungan badan dari terbit fajar hingga matahari terbenam merupakan salah satu wujud ketaatan setelah seseorang mengaku beriman.
Saat seorang Islam menyatakan dirinya beriman kepada Allah, Sang Penguasa yang Maha Gaib, maka dia harus membuktikan keimanannya dalam bentuk mengikuti perintah-perintahnya. Salah satunya adalah puasa, dimana dalam puasa seorang muslim mengekang kebiasaan-kebiasaan nafsunya.
Jadi puasa itu merupakan bentuk ketaatan, ketaatan kepada yang tidak tampak wujudnya/ /kekuasaannya/perannya, adalah bentuk keimanan. Keimanan itu dalam hati, dan keimanan itu hampir mustahil dibuktikan.
Puasa adalah refleksi keimanan, namun kualitas puasa seseorang tidak dapat dibuktikan selain oleh Allah sendiri.
Jadi apabila orang yang mengaku beriman kepada Allah belum tentu berpuasa, maka bisa jadi orang itu baru yakin/beriman terhadap keberadaan Allah, namun belum cukup beriman kepada hukum-hukum Allah, peran Allah, memiliki/bersahabat/mencintai Allah.
Memang keimanan itu bertingkat-tingkat. Semakin tinggi keimanan seseorang maka kita melihat hal-hal yang baik dari orang tersebut. Tidak hanya dari segi lahir, tapi dari segi batin, akhlak dan perilakunya.
Orang-orang yang memiliki keimanan tinggi pada saat ini, akan cenderung melakukan hal-hal yang menentang logika umum. Misalnya disaat orang ramai mengejar dunia, dia lebih banyak menyendiri menghadap Allah.
Secara lahiriah puasa memang cukup sulit dilakukan, terutama bagi orang-orang yang biasa mengumbar hawa nafsu. Baik makan, minum, berhubungan badan, saling mencela, berbohong, mengekploitasi manusia, dan bentuk-bentuk pengumbaran hawa nafsu lainnya.
Puasa adalah hal cukup berat, sehingga Allahpun menjanjikan balasan yang baik bagi orang-orang yang menjalankannya.
Ada orang yang rela meninggalkan pekerjaan, untuk memfokuskan diri kepada ibadah, karena alasan puasanya lebih bersih. Namun ada orang yang rela meninggalkan puasa demi bekerja karena alasan bekerja adalah ibadah yang lebih mulia karena berjihad menghidupi keluarga. Semua sah-sah saja, karena memang sekali lagi bergantung dari tingkat keimanan masing-masing dan yang baik yang mana itu urusan Allah.
Bentuk ketaatan banyak macamnya, tergantung dari kelapangan orang yang bersangkutan. Orang yang diberi kelapangan harta tentu akan melaksanaan ketaatan dengan memperbanyak infak dan sedekah, yang diberikan kelapangan waktu akan memperbanyak sholat dan tilawah Quran.dll. Oleh karena itu pintu surga dibuat jalur ketaatan masing-masing individu.
Puasa yang baik harus dilandasi dengan pengakuan terhadap wujud Allah, peran dan kekuasaannya. Sebagai penguasa yang harus ditaati, Allah bukan gambaran penguasa yang zalim yang mengumbar hukuman kepada hamba-hambanya. Bahkan demikian sabarnya sehingga Ia tidak selalu menghukum secara langsung hambaNya di dunia saat hambaNya melanggar. Allah menahan hukumanNya berlaku pada yang bersangkutan.
Apabila puasa dipandang sebagai bentuk ketaatan yang akan ‘menghibur Allah’ dan ‘membuat Allah tersenyum’ kepada kita maka kita akan ringan menjalankannya. Sang Pencipta tentu senang melihat hamba-hambanya mentaati perintahNya. Kepada makhluk (teman, atasan, orangtua, saudara, suami/istri, anak dll) saja kita rela berkorban untuk membuat mereka senang dan bahagia. Apalagi berkorban membuat Allah ‘gembira’ dan ‘bangga’ dengan apa yang kita perbuat, tidak relakah kita? Membuat Allah ‘tersenyum’ dengan ketaatan kita adalah hal yang dianjurkan dalam beragama. Karena kita akan merasa dekat denganNya.
Sahabat rela mati demi membuat ‘bangga’ Allah dan RasulNya, apakah kita tidak ingin melakukan hal yang sama? Jangan ditanya kecintaan Rasul kepada Allah, sehingga beliau adalah setaat-taatnya makhluk, sehingga beliaulah yang patut dijadikan contoh ketaatan.
No comments:
Post a Comment