Ketetapan dan Kehendak Allah
Banyak yang mencampuradukkan pengertian antara ketetapan Allah yang biasa disebut dengan sunatullah dan kehendak Allah yang biasa disebut hidayah, rahmat, karunia, mukjizat.
Ketetapan Allah adalah semua hukum-hukum Allah yang sudah menjadi aturan logis sejak diciptakannya alam semesta. Air membeku pada suhu 0 derajat, air sangat padat pada suhu 4 derajat, bumi mengitari matahari dst..dst...
Kehendak Allah adalah hasil dari suatu kejadian yang telah dilalui seorang manusia yang sesungguhnya hasil dari ketetapan-ketetapanNya yang telah terjadi. Ketetapan Allah, misalnya: api sifatnya membakar, orang dibakar/terbakar akan hangus, kehendak Allah bisa berkata lain, ada orang yang hangus adapula yang tidak (Ibrahim), ketetapan Allah adalah laut tidak mampu dibelah dengan tongkat, namun Allah menghendaki bahwa tongkat Musa mampu membelah laut. Dalam keseharian kita. Sunatullahnya orang bekerja akan mendapat hasil yang sebanding dengan kerja kerasnya, namun banyak orang bekerja sangat keras mendapat hasil sedikit, dan orang malas dan kufur mendapat hasil banyak, ini juga merupakan kehendak Allah.
Allah selalu mengawasi ciptaanNya, apabila sesuatu itu terjadi berarti atas seijinNya dan sesuatu itu tidak terjadi atas seijinNya pula.
Membaca ketetapan Allah berarti kita sedang melihat kebesaran ciptaan Allah. Akallah (semestinya) alat untuk memahami ketetapan Allah di alam semesta ini sekaligus menetapkan pada diri seorang hamba bahwa ada keterlibatan yang Maha Sempurna di alam semesta ini.
Kehendak Allah agak lebih sulit dipahami dengan akal, kehendak Allah hanya dapat dipahami dengan hati yang telah tunduk (Islam). Hambatan akal sering menjadi penghalang seorang Islam untuk memahami kehendak Allah. Padahal semakin kita mendekatkan diri kepada Allah maka kita tidak melihat musibah sebagai suatu ujian yang memberatkan tetapi suatu pertolongan yang menyelamatkan.
Karena cinta kasih Allah kepada kaum beriman, maka kehendak Allah terhadap para kekasihnya ini berupa hal-hal yang menyakitkan dan terkadang tidak mengenakkan. Di titik ini pula orang sering menemukan apa yang disebut stress. Mengganggap Allah musibah melulu sebagai suatu hukuman dan mengintrospeksi kesalahan bla..bla..bla..yah..yah boleh saja, ...tapi pahamilah bahwa musibah adalah sebagai bentuk kalibrasi ulang sensor kenikmatan dari Allah. Kita diberi sakit supaya paham rasanya sehat, kita diberi kekurangan harta benda supaya bisa merasakan nikmatnya mendapat rejeki dsb..dsb..
Stress disebabkan akal yang sudah mencapai ujung kemampuan namun masih terus dipaksa untuk berpikir. Padahal kalau kita sadar dengan ketetapan dan kehendak Allah, kita tidak perlu berpikir saat pikiran sudah buntu, cukup duduk, sebut namaNya, agungkan, salawat kepada Nabi dan serahkan masalah tersebut kepada Allah....semudah itu...semudah itu teman...Habis itu lupakan dan biarkan kita berjalan dan berbuat seperti yang diilhamkan setelah melakukan ritual tersebut.
Kita sering mendengar ..keajaiban...mukjijat...namun sayangnya hanya kita temukan saat kondisi dipaksa pasrah, seperti menghadapi kematian akibat penyakit, atau lainnya. Padahal setiap hari kita penuh keajaiban dan penyelematan, saking biasanya sampai2 kita tidak pernah menganggap itu keajaiban.
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (al-Baqarah: 216)